Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengidentifikasi sejumlah masalah struktural yang harus ditangani dengan baik untuk membangun industri asuransi yang sehat, dan berkelanjutan.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Ogi Prastomiyono, saat menyampaikan keynote speech dalam acara AAUI Indonesia Rendezvous ke-26 di BNDCC, Nusa Dua, Bali, 13 Oktober 2022.
Ogi mengatakan salah satu tantangan utama adalah mengenai kurangnya dukungan permodalan yang diperlukan untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi memiliki kapasitas yang cukup untuk beroperasi dengan dukungan infrastruktur yang memadai dan keahlian yang sangat mumpuni.
Selain itu, pandemi Covid-19 juga memberikan pelajaran penting tentang pentingnya dukungan modal sebagai penyangga untuk menyerap dampak dari krisis ekonomi dan untuk mendukung transformasi digital asuransi perusahaan.
|Baca juga: Perang Tarif Asuransi Kredit, OJK Diminta Ambil Tindakan
“Dari sudut pandang kami, bagian terakhir sangat penting untuk meningkatkan tingkat asuransi inklusi dengan mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia, khususnya mempertimbangkan penggunaan perangkat seluler dan konektivitas internet yang lebih tinggi selama pandemi,” jelas Ogi.
Di atas isu-isu yang terkait dengan ketersediaan dukungan permodalan, menurut Ogi, industri asuransi Indonesia juga menghadapi masalah krusial dalam hal kelemahan dalam penerapan prinsip-prinsip perusahaan yang baik, manajemen risiko yang efektif, dan pengendalian internal yang memadai, yang juga mencakup kurangnya dukungan teknis dalam hal ahli aktuaria.
Akibatnya, tidak ada perlindungan yang memadai untuk memastikan bahwa operasi bisnis asuransi dilakukan secara hati-hati dan bertanggung jawab, untuk melindungi kepentingan pemegang polis.
3 Lapis Pengawasan
Sebagai respons regulasi untuk memperkuat industri asuransi Indonesia, pendekatan utama yang dilakukan oleh OJK adalah melalui penerapan 3 lapis pengawasan.
Lapisan pertama adalah melibatkan perbaikan proses bisnis internal perusahaan perusahaan asuransi khususnya mengenai penerapan good corporate prinsip tata kelola dan manajemen risiko yang efektif.
“Dalam hal ini, kami berusaha untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi dilengkapi dengan baik untuk menjalankan fungsi intinya dengan dukungan materi pelajaran yang sesuai ahli, terutama aktuaris, akuntan, auditor, analis investasi, dan IT petugas,” jelasnya.
Sebagai contoh, jelas Ogi, ketersediaan aktuaris sangat penting untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi memiliki kapasitas teknis untuk melakukan beberapa proses utama dalam bisnis asuransi, seperti: merancang produk asuransi, merumuskan tingkat premi yang sesuai, dan juga memastikan kecukupan cadangan teknis.
Oleh karena itu, tidak adanya fungsi tata kelola oleh aktuaris internal terbuka potensi praktik persaingan usaha tidak sehat, seperti penggunaan tarif premi yang tidak sesuai dengan tingkat risiko yang ditanggung atau dikelola oleh perusahaan asuransi.
|Baca juga: OJK Sedang Mereview Aturan Tarif Premi Asuransi Kendaraan
Akibatnya, dalam jangka panjang, ada kemungkinan besar bahwa asuransi perusahaan akan menghadapi masalah likuiditas dan bahkan solvabilitas, yang akan menghambat keberlangsungan perusahaan asuransi dan memenuhi kewajibannya untuk para pemegang polis.
“Sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas proses bisnis internal dalam perusahaan asuransi, salah satu tujuan utama OJK dalam jangka menengah juga untuk memastikan kesiapan para pemain di sektor asuransi industri, untuk sepenuhnya menerapkan IFRS 17/PSAK 74,” katanya.
Dari perspektif regulasi, terang Ogi, penerapan IFRS 17/PSAK 74 adalah penting untuk memecahkan informasi asimetris di pasar asuransi, sehingga laporan keuangan perusahaan asuransi akan dapat memberikan lebih banyak data/informasi yang transparan dan kredibel kepada pemangku kepentingan terkait, dan sehingga sesuai dengan kondisi keuangan dan kinerja riil Perseroan perusahaan asuransi.
“Namun, kami menyadari banyak tantangan yang dihadapi industri untuk mengimplementasikan IFRS 17/PSAK 74,” terang Ogi.
Oleh karena itu, OJK mendorong partisipasi aktif dari usaha patungan dan perusahaan asuransi internasional untuk berbagi pengalaman pada fase transisi menuju implementasi penuh IFRS 17/PSAK 74.
Selanjutnya, sebagai bagian dari pengawasan industri lapis ke-2, OJK juga mendorong partisipasi aktif asosiasi profesi dan industri dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan sektor LKNB dengan menerapkan berbagai program kerja dalam rangka pemenuhan kode etik profesi etika dan pengawasan perilaku pasar.
Dan terakhir, sebagai bagian dari 3rd layer of defense, fokus utama OJK adalah untuk memperkuat fungsinya untuk melakukan pengawasan khusus untuk percepatan penyelesaian LKNB yang bermasalah.
Menurut Ogi, hal ini penting untuk menghindari eskalasi masalah dengan LKNB yang bersangkutan, sehingga mengurangi potensi risiko bagi pelanggan yang ada dan risiko reputasi eksposur ke sektor LKNB secara keseluruhan.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News