BMN dan Migas merupakan semua barang yang berasal dari pelaksanaan Kontrak Kerja Sama antara kontraktor dan pemerintah, termasuk yang berasal dari Kontrak Karya/Contract of Work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas.
Untuk tata kelola BMN hulu migas telah diatur melalui PMK nomor 140 tahun 2020 yang berisi tentang aturan untuk pengoptimalan pengelolaan aset serta mengakomodir perkembangan bisnis pada industri hulu migas yang ada di Indonesia.
|Baca juga: Collecting Agent MPN G3 Naik, DJPb Berikan Penghargaan CAP Award
BMN hulu migas terdiri dari tanah, harta benda modal, harta benda inventaris, material persediaan, limbah sisa produksi dan limbah sisa operasi. Salah satu bentuk pengelolaan terhadap BMN hulu migas adalah pemanfaatan dalam bentuk sewa dan pinjam pakai, yang dilakukan terhadap aset berupa tanah dan harta benda modal.
Aset/BMN hulu migas difungsikan untuk penyelenggaraan kegiatan usaha hulu migas. Akan tetapi dalam hal penggunaannya saat ini terbilang belum optimal, karena hal tersebut dapat dilakukan pemanfaatan oleh pihak lain sehingga dapat menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain menghasilkan PNBP, pemanfaatan BMN juga ditujukan untuk mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain yang tidak berwenang.
Dalam keterangan resmi, Kemenkeu menjelaskan bahwa para pihak yang berminat memanfaatkan BMN hulu migas berupa tanah dan harta benda modal dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk dimintakan persetujuan kepada Kementerian Keuangan.
Adapun nilai total BMN hulu migas pada Neraca LKPP tahun 2021 sebesar Rp577,71 triliun. Diantaranya terdapat 5 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan nilai BMN terbesar yakni PT Pertamina Hulu Mahakam dengan nilai BMN Rp62 triliun, PT Pertamina Hulu Rokan sebesar Rp59,64 triliun, Mobil Cepu Ltd sebesar Rp47,74 triliun, Conoco Philips Ind Inc sebesar Rp42,13 triliun. dan PT Pertamina EP sebesar Rp41,09 triliun.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News