Media Asuransi, JAKARTA – Kementrian Keuangan (Kemenkeu) melalui Laporan Belanja Perpajakan 2021 mencatat Belanja Perpajakan tahun 2021 mencapai Rp299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari PDB. Nilai tersebut meningkat 23,8 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020 yang sebesar Rp241,6 triliun atau 1,56 persen dari PDB.
Peningkatan tersebut diakibatkan naiknya pemanfaatan fasilitas akibat semakin pulihnya perekonomian dan penambahan insentif dalam rangka penanggulangan dampak Covid- 19 yang baru berlaku pada tahun 2021.
Berdasar jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar untuk tahun 2021 adalah PPN dan PPnBM, yang mencapai Rp175,0 triliun atau 58,5 persen dari total estimasi belanja perpajakan. Jumlah ini meningkat 24,2 persen dibandingkan belanja perpajakan tahun 2020.
|Baca juga: Target Penerimaan Perpajakan 2023 Dipatok Rp2.021,2 Triliun
Sebelumnya pemerintah telah memberikan kebijakan insentif perpajakan yang diarahkan untuk memberikan bantalan bagi perekonomian untuk mencegah kontraksi yang lebih dalam sekaligus mendukung percepatan pemulihan.
“Melihat perekonomian tahun 2020 terkontraksi dalam, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di tahun 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi yang dikutip pada Senin, 26 Desember 2022.
Berdasar pemanfaatannya, nilai estimasi belanja perpajakan tahun 2021 yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan UMKM mencapai Rp229,0 triliun atau sebesar 76,5 persen terhadap total belanja perpajakan.
Belanja perpajakan tersebut sebagian besar berupa pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
|Baca juga: NIK Jadi NPWP, Penghasilan Segini Tak Kena Pajak
Selanjutnya terdapat fasilitas PPN tidak dipungut untuk pengusaha kecil dan fasilitas PPh final untuk UMKM yang mendukung pertumbuhan industri UMKM tanah air.
Pemerintah secara berkesinambungan melakukan pengawasan dan evaluasi atas suatu fasilitas perpajakan. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam laporan tahun ini disajikan juga hasil evaluasi atas beberapa kebijakan yaitu (i) fasilitas penurunan tarif pajak penghasilan bagi perseroan terbuka, (ii) fasilitas kepabeanan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19, dan (iii) kontribusi ekonomi pemanfaatan fasilitas Kawasan Berikat.
Pemerintah berharap, hasil evaluasi tersebut dapat menjadi informasi awal bagi pemerintah dan dapat memberikan ruang diskusi bagi publik dalam rangka melakukan pengawasan bersama terhadap pemanfaatan insentif perpajakan di Indonesia.
“Sebagaimana kita ketahui, insentif perpajakan merupakan salah satu kebijakan fiskal yang melengkapi instrumen APBN, bekerja dari sisi belanja negara sehingga penyusunan Laporan Belanja Perpajakan adalah bagian yang sangat penting dari APBN karena mencatat semua instrumen yang tidak tertera dalam komponen belanja. Laporan ini adalah bentuk akuntabilitas dari penghitungan kebijakan insentif perpajakan dan akan terus disempurnakan,” tutur Febrio.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News