1
1

Hard Market Reasuransi Global Dapat Berdampak Kenaikan Premi Retrosesi

Ilustrasi industri reasuransi nasional. | Foto: Ist

Media Asuransi, JAKARTA – Pasar asuransi akhir-akhir ini diramaikan dengan diskusi hangat membahas kondisi hard market reasuransi. Dampak dari hard market reasuransi ini adalah banyak perusahaan asuransi saat ini yang masih terkendala kapasitas reasuransi, apalagi kini sedang proses renewal treaty untuk tahun 2023.

Tiga tahun terakhir, 2020-2022, memang kondisi reasuransi global mengalami hardening, karena meningkatnya klaim katastropik. Bahkan di tahun terakhir jelas terdampak langsung dengan klaim Covid-19. Menurut Wakil Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) untuk Bidang Information dan Applied Technology, Dody AS Dalimunthe, kondisi ini menyebabkan penungkatan biaya di semua reasuradur global.

“Konsekuensi yang terjadi adalah peningkatan premi retrosesi yang diikuti dengan pembatasan coverage risiko serta penurunan kapasitas retrosesi. Ini kemudian berdampak langsung kepada reasuradur dalam negeri,” katanya kepada Media Asuransi Jumat sore, 30 Desember 2022.

|Baca juga: Pertumbuhan Reasuransi di Asia Pasifik Lebih Lambat

Di sisi lain, dapat dikatakan bahwa reasuradur dalam negeri sedang melakukan proses perbaikan kondisi keuangan karena ‘kekagetan dampak Covid-19’ yang memaksa perusahaan untuk me-review keseimbangan premi atas coverage risiko serta pencadangan. “Perbaikan tata kelola dan manajemen risiko ini sebagai langkah strategis untuk menghadapi implementasi IFRS17 di tahun 2025 nanti,” jelas Dody.

Menurutnya banyak hal yang perlu dilakukan improvement oleh reasuradur dalam negeri, sehingga melakukan pembatasan dalam mem-back up kapasitas risiko di ceding companies. “Kondisi ini menjadi beban berat bagi treaty banyak perusahaan asuransi dalam negeri di akhir 2022 dan awal 2023,” kata dosen STMA Trisakti ini.

Lebih lanjut ditambahkan bahwa kondisi ini kemudian disikapi oleh perusahaan asuransi dengan melakukan negosiasi treaty yang lebih alot, hingga mencari tambahan panel reasuransi, dan tentu saja peningkatan premi reasuransi. Dalam pandangan Dody, sebenarnya ini waktunya bagi industri asuransi untuk melakukan improvement manajemen risiko secara komprehensif, tidak lagi melakukan kompetisi tarif yang tidak berdasarkan statistik.

Sedangkan bagi reasuradur dalam negeri, ini juga waktu yang tepat untuk me-review data statistik risiko dan melakukan penyesuaian komisi reasuransi. “Dan bagi regulator juga perlu melihat langsung dan merespon proses bisnis yang saat ini berlaku di market,” tegasnya.

Dia memperkirakan bahwa di tahun 2023, COGS (cost of goods sold) atau harga pokok penjualan reasuransi akan naik dengan kisaran 40 persen hingga 60 persen. Hal ini akan berpengaruh kepada rencana bisnis hampir semua perusahaan asuransi, juga estimasi profitabilitas di tahun 2023.  “Untuk itu manajemen perusahaan asuransi dan reasuransi perlu berpikir keras agar dapat menjalankan rencana bisnis yang efisien namun kompetitif,” kata Dody AS Dolimunthe.

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post PUPR dan BP Tapera Kolaborasi dengan 40 Bank Salurkan Pembiayaan Perumahan 2023
Next Post Indonesia Re Raih Kinerja Cemerlang di Lini Bisnis Harta Benda

Member Login

or