Analis Sinarmas Future, Ariston Tjendra, mengatakan bahwa nilai tukar rupiah masih berpotensi tertekan hari ini terhadap dolar AS dengan berkembangnya kekhawatiran pasar terhadap potensi kebijakan moneter Bank Sentral AS yang lebih ketat karena membaiknya situasi ketenagakerjaan AS yang berpotensi menaikkan inflasi AS lagi.
“Sejak rilis data Non Farm Payroll AS bulan Januari di minggu pertama bulan Februari lalu yang hasilnya lebih dari 2 kali ekspektasi pasar, pelaku pasar kembali mewaspadai kalau-kalau kebijakan moneter AS akan kembali lebih ketat,” jelasnya kepada Media Asuransi, Senin 13 Februari 2023.
|Baca juga: Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah
Menurutnya, membaiknya situasi ketenagakerjaan AS berpotensi meningkatkan konsumsi dan berujung pada kenaikan inflasi. Padahal inflasi AS masih jauh dari target 2%. Inflasi tinggi ini yang berusaha diturunkan oleh Bank Sentral AS dengan cara mengetatkan kebijakan moneternya. Kebijakan moneter AS yang lebih ketat biasanya memicu penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.
“Pelaku pasar akan mengonfirmasi ekspektasi di atas dengan data inflasi konsumen dan penjualan ritel AS bulan Januari yang akan dirilis pada hari Selasa dan Rabu malam,” jelasnya.
Di sisi lain, jelas dia, perekonomian global tahun ini diekspektasikan tidak seburuk perkiraan tahun lalu (menurut IMF). Ekonomi China yang mulai aktif kembali pasca dilepasnya kebijakan pembatasan, mendukung ekspektasi tersebut.
“Ini mendorong pelaku pasar masuk kembali ke aset-aset berisiko dan bisa menahan pelemahan harga yang terjadi di aset-aset berisiko saat ini, termasuk rupiah. Ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di atas 5% juga membantu menahan pelemahan rupiah,” tuturnya.
Sementara itu pada perdagangan akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot ditransaksikan melemah 0,25% ke level Rp15.133 per dolar AS, sedangkan di JISDOR BI nilai tukar rupiah ditransaksikan melemah 0,12% ke level Rp15.122 per dolar AS.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News