1
1

Perusahaan Asuransi Ini Tidak Dijamin oleh LPS, Mengapa?

Direktur Group Perumusan Kebijakan Lembaga Penjamin Polis (LPS), Prisnaresmi Joeniarto | Foto: Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – Direktur Group Perumusan Kebijakan Lembaga Penjamin Polis (LPS), Prisnaresmi Joeniarto, mengatakan bahwa perusahaan asuransi yang melakukan self liquidation tidak akan dijamin oleh LPS. Begitu pula dengan proses likuidasinya pun tidak akan diawasi oleh LPS.

Hal tersebut dikarenakan program penjaminan polis (PPP) hanya bertujuan untuk melindungi pemegang polis tertanggung/peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya akibat adanya masalah kesulitan keuangan. “Yang akan mengawasi (likuidasi) ya… OJK (Otoritas Jasa Keuangan) kalau untuk perusahaan asuransi yang dicabutnya bukan karena alasan kesulitan keuangan,” papar Prisnaresmi dalam seminar LPPP yang digelar oleh Indonesian Senior Executives Association (ISEA) di Jakarta, Jumat, 10 Maret 2023.

Dia sebutkan bahwa semua perusahaan asuransi wajib menjadi peserta program penjaminan polis, akan tetapi perusahaan tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh LPS. Perusahaan tersebut harus memenuhi tingkat kesehatan tertentu, yakni perusahaan asuransi harus memenuhi standar composite yang diatur oleh OJK.

|Baca juga: Seminar Arah dan Kebijakan Program Penjaminan Polis Menurut UU P2SK

Prisnaresmi mengatakan bahwa pihaknya masih akan mengkoordinasikan lebih lanjut dengan OJK terkait kriteria tingkat kesehatan seperti apa yang akan ditentukan.

Kemudian terkait 13 perusahaan asuransi yang saat ini dalam pengawasan OJK, menurutnya mereka tetap bisa menjadi peserta PPP, asalkan perusahaan asuransi tersebut dapat memperbaiki tingkat kesehatannya dan mencapai standar composite dari OJK.

“Penyelenggaraan PPP baru akan berjalan 5 tahun sejak ditetapkannya UU P2SK ini. Nah… tentunya kita berharap 13 perusahaan asuransi yang saat ini dalam pengawasan khusus itu dalam kurun waktu itu bisa dilakukan penyehatan. Sehingga nanti pada saat PPP ini berjalan dan pengawasannya sudah normal dan bisa memperbaiki tingkat kesehatan” jelasnya.

Meskipun hal ini dinilai sulit untuk dilakukan, Prisnaresmi mengatakan bahwa hal ini seharusnya menjadi tantangan bagi OJK agar dapat bekerja dan mengawasi perusahaan asuransi secara maksimal agar diharapkan semua perusahaan asuransi menjadi peserta PPP.

Kemudian syarat menjadi peserta PPP, Prisnaresmi menyebutkan bahwa perusahaan asuransi memiliki kewajiban untuk melaporkan beberapa laporan yang harus disampaikan kepada LPS, yakni dokumen-dokumen seperti akta pendirian, anggaran dasar, serta surat pernyataan.

Selain itu perusahaan asuransi juga harus membayar iuran awal kepesertaan dan iuaran berkala. Lalu perusahaan juga wajib menyampaikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan PPP.

“Perusahaan asuransi sama halnya dengan bank, harus menyampaikan data polis berbasis pemegang polis/tertanggung,” ujarnya.

Namun Prisnaresmi menyadari bahwa pelaksanaan aturan tersebut memanglah bukan hal yang mudah dan memerlukan banyak waktu. Prisnaresmi pun mengatakan bahwa pihaknya akan segera membicarakan hal tersebut lebih lanjut dengan para pelaku industri asuransi.

 

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Emiten Barang Konsumsi Dinilai Punya Prospek Cerah
Next Post OJK: Kita Berhasil Melewati Tahun 2022 yang Penuh Ketidakpastian

Member Login

or