Media Asuransi, JAKARTA – Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Erwin Noekman, membagi beberapa kategori kesiapan perusahaan asuransi yang memiliki unit syariah dalam menghadapi keharusan pemisahan unit usaha syariah (spin off).
“Jadi kalau dikategorikan, ada yang siap, ada yang sudah siap, ada yang nggak siap, atau mungkin ada yang ya udahlah nunggu aja gimana hasilnya, dipaksa atau nggak dipaksa,” ujar Erwin dalam presentasinya di Webinar Asuransi Syariah 2023 yang diadakan oleh Media Asuransi, Kamis, 13 April 2023.
Erwin mengatakan, untuk kategori perusahaan yang sudah siap, terdapat perusahaan yang dahulunya milik BUMN telah menyiapkan diri untuk melakukan spin off sejak tahun 2014.
“Jadi sebelum ada aturan pun sudah berusaha mandiri, dan akhirnya di 2016 pun akhirnya beroperasi secara penuh,” ujarnya.
|Baca juga: IFG Progress: Industri Asuransi Syariah Indonesia Belum Berkembang
Menurutnya, terkait siap atau tidak siapnya perusahaan asuransi untuk melakukan spin off adalah tergantung dari pemilik saham. Karena bagaimana pun perusahaan tersebut merupakan corporate action yang sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memiliki ranah kekuatan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“Perusahaan itu bisa menentukan RKPUS (Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah)-nya itu hanya berdasarkan RUPS. Jadi kalau hanya level komisaris, direksi atau DPS, saya kira belum sampai ke sana, karena ranahnya RUPS,” terang Erwin.
Lebih lanjut Erwin memperkirakan bahwa penyampaian kepada pemegang saham masih belum secara utuh. Hal ini diakibatkan rata-rata investor yang berada jauh di luar Indonesia, sehingga para pemegang saham belum bisa memahami secara sempurna terkait regulasi spin off.
Erwin meyakini hal itu akan menjadi sebuah kendala yang menyulitkan jalannya spin off, karena pastinya perusahaan harus bertemu dengan regulasi-regulasi baru yang berbeda dengan sebelumnya.
|Baca juga: AASI: Keberadaan Lembaga Penjamin Polis Sangat Menguntungkan Asuransi Syariah
“Bagi yang siap tentu sudah mempertimbangkan termasuk risiko-risiko di tahun-tahun awal, contohnya terjadi konsolidasi, terjadi minus,” Erwin melanjutkan.
Kemudian Erwin menyebutkan kemungkinan alasan yang menjadikan perusahaan asuransi belum siap melakukan spin off adalah terkait ketidaksiapan dari sisi manajemen risiko. Hal ini merupakan satu hal yang penuh strategis, sehingga jika manajemen risiko tersebut tidak siap akan menimbukan pertanyaan terhadap kajian awal tersebut.
“Bagaimana sih awal mereka masuk ke bisnis syariah? Apakah cuma asal hadir, atau memang sebenarnya sudah berusaha tapi mungkin ternyata masing-masing strategi kurang pas,” ucap Erwin.
Sehingga menurut Erwin hal tersebut harus dikaji lebih dalam, mengingat regulator sudah memberikan waktu yang panjang untuk perusahaan agar dapat melakukan spin off.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News