Kolaborasi antarregulator dan pelaku industri asuransi menjadi satu hal penting yang harus dibangun dalam masa transisi penambahan program baru di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yakni Program Penjamin Polis (PPP). Terlebih dalam kerja sama memulihkan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Komisioner Pengawas Peransuransian dan Dana Pensiun OJK, Moch Ihsanuddin, saat menjadi keynote speaker pada seminar bertajuk “Seminar Arah dan Kebijakan Program Penjaminan Polis Menurut UU PPSK” yang diselenggarakan Indonesian Senior Executive Association (ISEA) didukung oleh Widya Dharma Artha di Jakarta, 10 Maret 2023.
“Krusialnya itu memang ketika masa transisi (menuju pemberlakuan PPP). Kalau nanti sudah jalan, ya sudah. Nah goncangan-goncangan (kasus beberapa industri asuransi) ini yang perlu dihadapi,” paparnya.
Ihsanuddin menegaskan bahwa sebelumnya pemerintah dan DPR telah menyepakati, LPS yang ditugasi sebagai lembaga yang akan menjalankan PPP. Hal ini menurutnya juga terjadi di negara lain, yakni terdapat satu lembaga yang ditugaskan secara rangkap yakni sebagai pelaksana penjamin simpanan (PS) dan penjamin polis (PP). “Saya sebutkan contohnya di Malaysia, mulainya malah lebih jauh. Sejak 2005 kalau tidak salah, namanya PBIDM (Perbadanan Insurance Deposit Malaysia),” terangnya.
Lebih lanjut Ihsanuddin mengatakan bahwa negara-negara maju seperti Singapura, saat ini pelaksana PPP memang dijalankan oleh satu badan lembaga khusus. Namun dia mengatakan, masyarakat harus memaklumi, karena untuk membentuk satu lembaga membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. “Makanya yang sudah ada (LPS) kita tambah tugasnya, sekaligus menjalankan penjaminan polis di asuransi (PPP),” terangnya.
Dia menekankan bahwa industri dan regulator perlu mendiskusikan krusial poin seperti contoh permasalahan 13 perusahaan asuransi yang saat ini sedang dalam pengawasan khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia berharap di saat kebijakan PPP telah berlaku, tidak ada kabar beredar tentang beberapa perusahaan asuransi yang tidak masuk dalam peserta PPP sebab tidak memenuhi syarat dan standar composite OJK.
“Sehingga tujuan kita, masa transisi yang sudah diatur di UU P2SK pada saatnya itu langsung implem (diterapkan), berjalan sure (penuh keyakinan), tidak ada goncangan-goncangan sehingga tida ada perusahaan asuransi yang bukan anggota LPS,” tegas Ihsanuddin.
Ketua Badan Pengurus ISEA, Choky L Tobing, dalam sambutannya mengatakan bahwa seminar ini memiliki empat sesi yang membicarakan berbagai hal terkait program pejaminan polis dari dalam negeri mau pun luar negeri. Dia berharap seminar ini dapat memberikan insight kepada para peserta terutama pelaku industri asuransi.
Pemateri dalam seminar ini adalah Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Adi Budiarso, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) dan Inovasi Keuangan Digital (IKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Djonieri, dan Direktur Group Perumusan Kebijakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Prisnaresmi Joeniarto.
ISEA juga menghadirkan sesi diskusi yang membahas tentang sistem pelaksanaan penjaminan polis di berbagai negara yang dibawakan oleh President Director & CEO HANWHA Life Indonesia, Steven Namkoong Hoon danDirectorSun Life Financial Indonesia, Lok Hoe San.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News