Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan perubahan peraturan modal minimal perusahaan asuransi di Indonesia. OJK juga meminta tanggapan/ masukan dari industri asuransi mengenai rencana tersebut. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengadakan pertemuan dengan anggota pada 24-25 Mei 2023, untuk mengumpulkan masukan yang akan disampaikan kepada OJK.
Menurut Ketua Umum DPP AAUI, Budi Herawan, masukan tertulis dari AAUI sudah disampaikan kepada OJK. Saat berita ini ditulis, AAUI masih menunggu kesempatan
diskusi secara langsung dengan pihak regulator mengenai hal ini.
Tim redaksi Media Asuransi, yakni Mucharor Djalil, Achmad Aris, Wahyu Widiastuti, dan Lucky Kennedy (TVAsuransi) berkesempatan mewawancarai Budi Herawan di kantor AAUI. Petikannya:
Bagaimana perkembangan terakhir diskusi AAUI terkait rencana OJK menaikkan modal?
Kami sudah mengundang anggota, direktur teknik dan terakhir mengundang direktur utama. Dalam forum dua hari itu setelah kita rangkum, intinya mau atau tidak mau ya harus siap. Saya hanya bisa sampaikan bahwa kami, asosiasi ini, berjuang demi teman-teman anggota semua bahwa target-target yang akan coba saya canangkan, yang pertama penyehatan asuransi adalah wajib. Kedua, ekosistem yang menjadi PR kita bersama sehingga pada akhirnya tujuan dari peningkatan modal dapat terealisasi. Semua pihak dapat menerima dengan lapang dada dan pihak investor atau pemegang saham punya keyakinan bahwa uang yang ditanamkan di asuransi umum akan menghasilkan return on investment sesuai harapan. Rincian dari langkah yang harus kita lakukan secara konkret sedang kita susun.
Mengenai skema pemenuhannya bagaimana?
Mengenai skema, kita juga baru selesai menyusun tanggal 31 Mei. Semua masukan kita ke regulator disusun secara faktual, kita juga menggunakan beberapa dalil dalam menyusun naskah akademik sehingga kita dapat memberikan usulan kembali kepada OJK dengan berdasar: pertama, pengalaman kita sebelumnya. Kedua, melihat ekonomi kita ke depan. Ketiga, melihat kondisi asuransi kita saat ini seperti apa.
Di dalam masukan ini yang pertama kami meminta relaksasi waktu, karena memang waktunya mepet. Hal ini akan coba kita komunikasikan dengan baik kepada pihak regulator. Dari sisi waktu, saat ini kita menghadapi persiapan penerapan IFRS 17 atau PSAK 74. Saat ini kita bekerja keras, ambil sampling dari 10 anggota yang mewakili ekuitas di bawah Rp500 miliar, ekuitas Rp500 miliar hingga Rp1 triliun, dan ekuitas di atas Rp1 triliun.
Apakah dalam usulan memasukkan contoh seperti di Vietnam, modal minimum dikaitkan dengan sektor usaha atau lini usaha?
Ada beberapa opsi yang kita kaji, tentunya kajian secara teknikal. Nature bisnis di Indonesia ini kita tahu semua bahwa retensi yang memang menjadi beban asuransi umum itu memang masih di bawah rata-rata. Otomatis kalau peningkatan modal ini terjadi, retensinya akan naik. Pertanyaannya enggak berhenti di situ. Apakah retensinya otomatis akan naik? Ini harus dikaji.
Termasuk usulan-usulan OJK mengenai KUPA (Kelompok Usaha Pembagian Asuransi) 1, KUPA 2, KUPA 3, kami juga mencoba evaluasi secara tajam apakah ini workable atau tidak. Untuk sementara, tampaknya bagi kami belum perlu sampai ke titik sana.
Kalau peningkatan modal minimal ini sudah ditetapkan, bagaimana?
Ya… misalnya sudah diketok, harapan kami dan saya yakin regulator punya pengalaman, kira-kira berdasar intensi apa dan berapa harga yang workable, juga melihat semua kepentingan stake holder. Kalau intensinya, ujungujungnya ada suatu rightsizing atau pengecilan ya… kita akan dukung juga. Namun apa merger semudah itu. Kita akan coba cari win–win solution-nya.
Saya melihatnya, mereka yang kecil saat ini juga survive. Bisa meng-generate laba. Sebenarnya sudah ada clustercluster-nya. Tinggal kita melihat dari kaca mata kita, apakah cukup di situ saja cluster-nya atau kita mau tingkatkan dari cluster 1 ke cluster 2 dan ke cluster 3. Tetapi bukan dengan sistem yang tadi diajukan OJK, model KUPA 1, KUPA 2, dan KUPA 3, dengan pembatasan lini usaha namun di atasnya ada holding yang holding-nya tidak mutlak perusahaan asuransi. Jadinya in ikan model konglomerasi, seperti bank.
Apakah ini workable?
Jangan kita melihat berdasar kaca mata perbankan yang kemudian di-absorb ke asuransi, karena beda. Asuransi adalah biaya atau cost, transfer of risk. Bila terjadi sesuatu akan ‘bunyi’, tetapi kalau tidak terjadi sesuatu ‘kan hangus, kecuali yang unsur endowment atau yang PAYDI. Harapan kami, dengan diskusi yang intens bersama regulator, maka regulator seharusnya mengerti posisinya seperti itu.
Usulan AAUI sudah disampaikan ke OJK?
Secara konkret sudah kami sampaikan ke OJK, tinggal tunggu waktu kapan kami akan diberi waktu untuk berdiskusi secara langsung, konsinyering jika perlu, dengan paparan-paparan angka, juga pembanding dengan negara-negara sahabat, dan dengan teori-teori yang ada.
Saya dukung rencana peningkatan modal ini untuk sisi penguatannya. Namun di angka berapa, kita lihat angka statistik yang ada, minimal 5 tahun ke belakang, kalau perlu 10 tahun ke belakang, dan proyeksi 5 tahun ke depan dengan pola bisnis sekarang atau perubahan pola bisnis.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News