1
1

Belajar dari Kasus Kresna Life

Ilustrasi berkas polis asuransi. | Foto: freepick

Pada tanggal 23 Juni 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengumumkan pencabutan izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) karena sampai dengan batas akhir status pengawasan khusus, Kresna Life belum memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan oleh otoritas yaitu rasio solvabilitas (risk based capital) yang masih di bawah 120 persen.

Sebelumnya dalam Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) Kresna Life yang telah disetujui oleh OJK, terdapat dua cara penyehatan yang akan dilakukan oleh manajemen Kresna Life yaitu konversi utang klaim yang sudah jatuh tempo dari pemegang polis menjadi subordinated loan (SOL) dan penambahan modal dari pemegang saham lama maupun investor strategis. Menurut OJK, dengan nilai total polis nasabah Kresna Life sebesar Rp5,2 triliun maka kekurangan yang harus ditutup oleh pemegang saham melalui suntikan modal adalah lebih dari Rp1 triliun.

Namun hingga batas waktu yang diberikan, Kresna Life tidak mampu menunjukkan komitmen penambahan modal dari pemegang saham melalui escrow account dan menyampaikan perjanjian konversi SOL yang diaktanotariilkan. Alhasil, sanksi pencabutan izin usaha dijatuhkan. Bersamaan dengan itu, OJK menetapkan perintah tertulis yang memerintahkan kepada PT Duta Makmur Sejahtera selaku pengendali dan kepada pihak tertentu yaitu Michael Steven selaku pemegang saham, dan Direksi Kresna Life untuk bersama-sama mengganti kerugian Kresna Life.

Dengan dicabutnya izin usaha tersebut, Kresna Life wajib menghentikan seluruh kegiatan usahanya serta segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan agenda pembubaran badan hukum dan pembentukan Tim Likuidasi paling lambat 30 hari sejak tanggal pencabutan izin usaha. Selanjutnya, pemegang polis dapat menghubungi manajemen Kresna Life dalam rangka pelayanan konsumen sampai dengan dibentuknya Tim Likuidasi yang akan bertugas melakukan pemberesan harta dan penyelesaian kewajiban, termasuk kewajiban terhadap pemegang polis.

Bila kita runut ke belakang, gagal bayar Kresna Life dalam memenuhi kewajiban klaimnya kepada nasabah dipicu oleh masalah pengelolaan investasi. Portofolio investasi banyak ditempatkan pada aset berisiko yaitu saham dengan penempatan pada saham-saham terafiliasi. Dua produk berbalut investasi milik Kresna Life yang gagal bayar klaim adalah Kresna Link Investa (K-LITA) dan Protecto Investa Kresna (PIK).

Tak hanya pada kasus Kresna Life, masalah pengelolaan investasi baik secara langsung maupun tidak langsung juga menjadi pemicu terjadinya gagal bayar klaim oleh perusahaan asuransi. Sebut saja kasus gagal bayar Bakrie Life, Jiwasraya, dan Wanaartha Life. Bahkan pada kasus Jiwasraya, ditemukan unsur pidana korupsi yang melibatkan sejumlah perusahaan manajer investasi di pasar modal.

Di bisnis asuransi, pengelolaan investasi adalah salah satu cara perusahaan asuransi memupuk keuntungan, selain dari hasil underwriting. Menurut beberapa eksekutif asuransi di Tanah Air, sudah menjadi rahasia umum bahwa hasil investasi ini cenderung yang menjadi ‘jalan pintas’ oknum pimpinan perusahaan asuransi dalam mengejar profitabilitas. Akibatnya, penempatan investasi pun berorientasi jangka pendek sehingga ditempatkan pada saham-saham lapis ketiga alias saham gorengan demi mengejar target return yang dipatok sangat tinggi.

Di pihak lain, mazhab bahwa premi is the king turut memicu praktik ‘ugal-ugalan’ dalam memupuk pendapatan premi. Tidak ada yang salah dalam kompetisi memupuk premi tapi harus diimbangi pula dengan underwriting, pengelolaan aset, dan manajemen risiko yang baik. Pasalnya, kinerja pengumpulan premi yang dilakukan tidak secara proper hanya menyebabkan fenomena perang tarif, pelonggaran term and conditions, dan jor-joran komisi. Alhasil, pengelolaan investasi kembali menjadi jurus ampuh dalam menjaga profitabilitas perusahaan asuransi.

Memang masalah pengelolaan investasi bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya kasus gagal bayar klaim asuransi. Banyak faktor-faktor lain yang rasanya semua pelaku di industri asuransi ini mengetahuinya. Tinggal bagaimana kita semua berkomitmen memperbaikinya agar kasus gagal bayar yang telah mencoreng citra baik industri asuransi ini tak terulang lagi di masa-masa yang akan datang.

Seorang tokoh asuransi yang kini mendapat amanah memimpin salah satu asosiasi perasuransian nasional, berulangkali menyampaikan tentang pentingnya leadership pada setiap pemimpin perusahaan asuransi dalam menjalankan bisnisnya. Leadership yang dimaksud adalah bagaimana menjalankan bisnis asuransi secara sehat, bersih, dan berkelanjutan.

Semoga industri ini bisa mengambil hikmah atau pelajaran dari kasus Kresna Life dan kasus gagal bayar lainnya agar ke depan industri perasuransian nasional bisa berkembang jauh lebih baik lagi dan mendapatkan trust yang lebih besar dari masyarakat. Amin!

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post 63 Insurance Market Leaders 2023
Next Post 15 Market Leaders Pialang Reasuransi Mampu Tunjukkan Eksistensinya

Member Login

or