PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re mengadakan acara tahunan Indonesia Re Technical Director Gathering 2019 dengan tema “2018 Claim Profile & Underwriting Guidelines 2019”. Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Kocu A Hutagalung membuka dan memberikan sambutan dalam acara tersebut. Dalam acara tersebut Director of Sea Quest Intermediaries (L) Ltd Mark Stevens dari Kuala Lumpur sebagai keynote speaker. Acara ini juga menghadirkan pembicara dari Indonesia Re, yaitu KadivPortfolio Management & Claim Indonesia Re Amir M Lumbantobing, Non Marine Claim Group Head Indonesia Re Adhi Saptoto,Marine Claim Group Head Indonesia Re Adi Putra, dan Casualty, Liability & Financial Lines Group Head Indonesia Re Mardian Adhitya.
Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Kocu A Hutagalung mengemukakan bahwa big loss klaim reasuransi meningkat secara signifikan selama 2018. Hal ini umumnya disebabkan banyaknya kejadian bencana alam dan kecelakaan transportasi publik, dan dampak dari melemahnya pertumbuhan premi. Dia memberi contoh, frekuensi klaim dari gempa bumi Lombok mencapai 1.446 klaim dengan nilai mencapai Rp600 miliar, sedangkan gempa bumi Palu mencapai 1.240 klaim dengan nilai mencapai Rp1,07 triliun. “Salah satu penyumbang klaim terbesar pada gempa bumi di Palu adalah kerusakan infrastruktur, salah satunya adalah pembangkit listrik dengan klaim mencapai Rp881 miliar. Namun, kejadian di Palu membutuhkan kajian lebih mendalam untuk membuktikan bahwa riotsmemang benar terjadi atau tidak,” ucap Kocu di acara ‘Indonesia Re Technical Director Gathering 2019’ di Jakarta, 12 Maret 2019.
Kocu melanjutkan, secara garis besar, hotel, pembangkit listrik, dan pusat perbelanjaan menjadi infrastruktur paling terdampak dari gempa di Lombok dan Palu, dengan tingkat besarnya kerugian (severity) masing-masing mencapai 60 persen, 50 persen, dan 20 persen. Selanjutnya, diikuti oleh instalasi telekomunikasi (15 persen) dan pekerjaan konstruksi (10 persen). Selain dampak destruktif dari peristiwa katastropik, tahun 2018 juga diwarnai dengan besarnya klaim gangguan operasi bisnis (business interuption). “Hal ini memicu tingginya kerugian tertanggung dan mereka dapat mengklaim kerugian akibat business interuption yang merupakan dampak dari kerusakan properti. Saat ini klaim dari business interuption yang mendominasi, mengingat pelaku usaha mengganggap bisnisnyalebih bernilai dibandingkan aset propertinya,” jelasnya.
Untuk itu, papar Kocu, pihaknya telah mempersiapkan proteksi katastropik (Cat Cover) yang sangat besar yakni mencapai 400 juta dolar AS dan Underlying Retention mencapai tiga juta dolar AS untuk mengantisipasi terjadinya kepungan klaim akibat bencana alam. “Ini komitmen kami untuk memberikan proteksi terbaik terhadap apa yang dititipkan oleh seluruh perusahaan asuransi kepada kami,” ujarnya.
Selama 2018, menurut, Portfolio Management & Claim Division Head Indonesia Re Amir Muda Lumbantobing, klaim reasuransi umum didominasi oleh klaim kebakaran dengan total mencapai Rp4,1 triliun dengan frekuensi mencapai 31 persen. Sementara itu, gempa bumi menghasilkan loss terbesar klaim bencana alam dengan total klaim mencapai Rp1,67 triliun, namun dengan frekuensi yang cenderung kecil yakni hanya empat persen. Gempa menjadi penyumbang klaim bencana alam terbesar selama 2018 sebesar 93 persen, diikuti oleh banjir dengan porsi lima persen,” ucap dia. Wik
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News