Oleh: Budi Sartono Soetiardjo
Kesehatan usaha asuransi di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Pasalnya, sejumlah perusahaan asuransi mengalami kondisi gagal bayar atas hak pemegang polis yang nilai totalnya mencapai triliun rupiah. Beragam modus kejahatan muncul di industri ini, yang semuanya bermuara pada hilangnya hak para nasabah.
Bahkan, hingga detik ini, nasib para pemegang polis asuransi belum jelas kapan bakal mendapatkan kembali hak-haknya. Berbagai upaya recovery dilakukan beberapa pihak, khususnya pemerintah, namun hasilnya ‘jauh panggang dari api’.
Ketidakjelasan nasib pemegang polis beberapa perusahaan asuransi yang bermasalah, termasuk Kresna Life dan Wana Artha Life yang sudah dicabut izin usahanya, membuat citra industri asuransi menjadi buruk.
Sebagai industri keuangan (nonbank), asuransi selayaknya memperoleh perlakuan yang sama atau setara dengan industri perbankan, yang beberapa puluh tahun silam pernah mengalami musibah besar akibat banyaknya bank yang dilikuidasi atau dicabut izin usahanya, sehingga masyarakat sangat dirugikan.
Hal inilah yang kemudian menginisiasi pemerintah memberlakukan aturan baru yang setara dengan dunia perbankan, yakni dengan membuat program penjaminan polis asuransi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang isinya diselaraskan dan merupakan kristalisasi dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).
Dalam UU P2SK Nomor 4 Tahun 2023, hak nasabah atau pemegang polis asuransi dijamin, ketika sebuah perusahaan asuransi dilikuidasi atau dicabut izin usahanya, sebagaimana dinyatakan dalam Bab VIII tentang Program Penjaminan Polis (PPP).
Berbagai hal tentang hak dan kewajiban perusahaan asuransi dan para pemegang polis, diatur secara rinci dalam pasal dan ayat undang-undang ini. Konsep penjaminan polis asuransi terletak adanya kepastian hukum bagi para pemegang polis, karena satu dan lain sebab, perusahaan asuransi dilikuidasi atau dicabut izin usahanya.
Bagaimana dampak dan manfaat kehadiran UU P2SK tahun 2023 terhadap nasib para nasabah asuransi yang saat ini nasibnya terkatung-katung, mengalami ketidakjelasan, sebagai dampak gagal bayar dari beberapa perusahaan asuransi yang bermasalah?
Perlu diketahui bersama, Undang-Undang P2SK Nomor 4 Tahun 2023, sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada, baru efektif berlaku 5 tahun setelah undang-undang ini disahkan, yakni pada tanggal 12 Januari 2028 mendatang. Sebab, dalam pelaksanaannya, undang-undang tersebut terlebih dahulu harus dilengkapi dengan peraturan-peraturan turunan yang bersifat operasional.
Ketidakjelasan nasib para nasabah asuransi yang mengalami gagal bayar saat ini, semestinya mendorong pemerintah untuk lebih agresif melakukan berbagai upaya agar dapat segera memenuhi hak-hak para pemegang polis.
Penantian panjang para nasabah yang dirugikan berdampak pada ‘trust’ atau kepercayaan publik terhadap industri asuransi. Hal ini bisa dilihat dari catatan Otoritas Jasa Keuangan RI, bahwa pendapatan premi sektor usaha asuransi jiwa pada tahun 2022 lalu, turun sekitar 8 persen dari tahun sebelumnya.
Industri asuransi nasional mesti terus berbenah agar penetrasi asuransi tidak jalan di tempat, tertinggal jauh dari negara-negara tetangga rumpun ASEAN. Kehadiran lembaga penjaminan polis asuransi yang nantinya akan ditangani oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), memunculkan secercah harapan bagi calon-calon khalayak pemegang polis asuransi, agar ke depannya tidak mengalami lagi musibah gagal bayar.
Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk sekitar 274 juta jiwa adalah pasar sangat potensial serta menjanjikan bagi tumbuh kembangnya industri asuransi. Oleh karena itu, pemulihan segera terhadap hak-hak para nasabah asuransi yang mengalami gagal bayar adalah langkah paling realistis untuk mengangkat kembali pamor dan reputasi industri asuransi yang terpuruk.
Slogan atau semboyan ‘Mari Berasuransi’ diharapkan tak sekadar imbauan atau ajakan, namun benar-benar mampu membangkitkan minat dan keinginan masyarakat membeli polis asuransi. Yakni untuk kepentingan perlindungan atau proteksi, baik kesehatan, properti atau harta benda, maupun kepentingan-kepentingan yang lain.
Penulis adalah Pemerhati Publik & Asuransi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News