Media Asuransi, JAKARTA – Berdasarkan hasil riset Oxford Economics yang baru-baru ini digagas oleh Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), perlambatan pada pertumbuhan ekonomi akan semakin terlihat pada kuartal ketiga meskipun pertumbuhan PDB pada kuartal sebelumnya cukup baik.
Pertumbuhan di ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) diperkirakan akan mencapai 3,6 persen pada paruh kedua 2023, turun dari 4,2 persen pada paruh pertama dan 5,7 persen pada 2022. Sedangkan perekonomian Indonesia diprediksi akan tumbuh 5,1 persen di tahun ini, konsisten dengan tren historis pertumbuhan sebelumnya. Setelah itu, perlambatan ringan ke angka pertumbuhan 4,7 persen dapat terjadi di tahun depan jika meninjau adanya hambatan eksternal, yaitu dampak pengetatan moneter yang masih berlanjut.
Dalam keterangan resmi yang diterima Media Asuransi, Selasa, 26 September 2023, disebutkan bahwa pertumbuhan yang lebih lambat di kuartal III/20023 ini diperkirakan terjadi karena beberapa alasan. Didasari pada pemulihan ekonomi China pasca pandemi yang melambat, sehingga menyebabkan perkiraan pertumbuhan konsensus diturunkan dengan cepat.
Selain itu, dampak penuh dari kenaikan suku bunga Federal Reserve AS sebesar 550bps, dan dampaknya terhadap suku bunga ASEAN, belum sepenuhnya dapat dirasakan. Harga semikonduktor yang lemah juga mempengaruhi negara-negara seperti Singapura dan Malaysia.
|Baca juga: Ketidakpastian Global Masih Tinggi, Ekonomi Indonesia Diprakirakan Tumbuh 4,5-5,3 Persen
Di atas semua itu, hambatan utama terhadap pertumbuhan adalah sektor ekspor. Setelah melonjak naik pada masa-masa awal pandemi Covid-19, ekspor barang merosot turun pada tahun lalu dan masih dalam tren penurunan yang serius. Sebagian besar perlambatan ini disebabkan oleh pergeseran permintaan global dari barang ke jasa. Sementara komposisi permintaan eksternal diperkirakan akan mulai normal pada paruh kedua tahun ini, permintaan secara keseluruhan cenderung cukup baik.
Di Indonesia, pertumbuhan ekonominya mengalami kenaikan menjadi 5,2 persen yoy di kuartal II/2023 dari 5 persen di kuartal I/2023. Jika dibandingkan kuartal sebelumnya, PDB tumbuh 1,5 persen QoQ, sama dengan kuartal I/2023. Perbedaan antara permintaan domestik yang kuat dan permintaan eksternal yang melemah menjadi sangat mencolok.
Indonesia saat ini memiliki salah satu suku bunga riil tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Pengetatan moneter yang masih berlanjut diharapkan akan memberikan tekanan lebih lanjut dalam beberapa kuartal mendatang. Dampaknya tidak hanya akan terasa pada investasi, terutama di sektor konstruksi, tetapi juga pada pinjaman rumah tangga, yang dapat berdampak pada konsumsi swasta. Ini adalah tantangan utama yang perlu diatasi untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Perlambatan ekonomi global yang diperkirakan terjadi pada semester kedua 2023 dan awal 2024 dapat berdampak pada penurunan permintaan terhadap barang-barang Indonesia. China sebagai salah satu tujuan utama ekspor Indonesia, menghadapi perlambatan pertumbuhan, yang dapat menjadi penghalang tambahan. Namun, sektor jasa, terutama pariwisata, diharapkan dapat membantu menopang total ekspor.
Meskipun terdapat peningkatan inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) 3,3 persen yoy di bulan Agustus, yang sebelumnya di bulan Juli sebesar 3,1 persen, akan tetapi angka ini masih berada dalam rentang target bank sentral. Ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan, yang dapat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, pemerintah dan pelaku ekonomi di Indonesia harus tetap waspada dan responsif terhadap perubahan dalam dinamika global.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News