Media Asuransi, JAKARTA – Menjelang berakhirnya tahun 2023, masyarakat global tengah bersiap menghadapi pergantian tahun yang sudah di depan mata. Khususnya di Indonesia, 2024 akan menjadi tahun politik yang dapat menghadirkan sejumlah tantangan dan peluang sehingga perlu dicermati dengan bijak.
Business Development Advisor, Bursa Efek Indonesia Poltak Hotrado mengatakan bahwa faktor geopolitik yang berkemungkinan besar memicu volatilitas pasar. Merujuk berbagai studi badan internasional, ekonomi global diperkirakan akan melambat pada 2024 terutama akibat imbas perlambatan ekonomi China yang diwarnai melemahnya sisi konsumsi, investasi dan perdagangan.
Poltak mengatakan, kendati mampu menghindar dari resesi di tahun 2023, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan melambat di tahun 2024 seiring rezim tingkat bunga tinggi yang saat ini berlaku.
“AS dan China memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian global. Diperkirakan ekonomi AS hanya akan tumbuh sekitar 1,5 persen, sementara China dibawah 5 persen pada 2024. Kombinasi keduanya akan memangkas pertumbuhan ekonomi global 2024 lebih rendah daripada tahun ini,” jelas Poltak dalam diskusi dengan media bertemakan “Economy and Investment Outlook 2024: Insurance & Media Industry in Political Year” yang diselenggarakan oleh Allianz Indonesia secara online, Kamis, 14 Desember 2023.
|Baca juga: Pemerintah Sebut Ekonomi Global Terancam Melambat di 2024
Poltak juga menambahkan bahwa meskipun AS dan China mengalami perlambatan, perekonomian di wilayah Asia justru diproyeksikan menguat. Proyeksi pertumbuhan ekonomi India dan sejumlah negara ASEAN pun menunjukkan kecenderungan yang positif, dengan pertumbuhan ekonomi India yang diprediksi menjadi yang tertinggi di antara negara-negara G20.
Di Indonesia sendiri, lanjut Poltak, pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada 2024. Meskipun kondisi saat ini masih penuh ketidakpastian, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan stabilitas yang cukup signifikan. Hal ini tercermin dari tingkat inflasi yang diperkirakan dapat terjaga pada kisaran 2,3%-2,4%, serta pertumbuhan ekonomi yang secara konsisten berada di atas 5%.
Poltak menambahkan bahwa potensi ekonomi karbon Indonesia juga menjadi salah satu penyangga perekonomian. Pemerintah Indonesia telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 29 sampai dengan 41 persen pada 2030. Bila dikelola baik, potensi pendapatan yang dihasilkan dari kebijakan ini mencapai Rp8.000 triliun dengan 113,18 gigaton total penyerapan emisi karbon.
“Indonesia perlu mempertahankan optimismenya dalam menyambut 2024. Meskipun ada beberapa risiko dari sisi domestik maupun eksternal yang mungkin terjadi dari pelaksanaan Pemilu, namun dilihat dari tren beberapa kali pelaksanaannya di Indonesia, Pemilu tetap dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian. Oleh karena itu, penting bagi pihak regulator untuk menjaga kebijakan ekonomi dan perdagangan agar stabilitas, tingkat harga, dan nilai tukar tetap terjaga guna mendukung pertumbuhan ekonomi,” tambah Poltak.
menurutnya, pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi dibarengi pertumbuhan PDB per kapita akibat inflasi yang terjaga akan menciptakan permintaan yang lebih tinggi atas jasa asuransi. Secara umum pasar asuransi Indonesia memiliki ruang tumbuh yang sangat tinggi didorong pertumbuhan ekonomi dan sektor keuangan. “Merujuk ASEAN Insurance Surveillance Report 2022, penetrasi asuransi Indonesia saat ini berada di sekitar 1,4% PDB – lebih rendah daripada Vietnam dan Filipina yang telah di atas 2%, ataupun Malaysia dan Thailand yang berada pada 3,8% dan 4,6%. Hanya dengan menyamai penetrasi Malaysia atau Thailand – bisnis asuransi Indonesia berpotensi berlipat tiga dari posisi saat ini,” pungkasnya.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News