1
1

OJK Cermati Dampak Volatilitas Ekonomi Global dan Intensifkan Pengawasan Perbankan

Deretan gedung bank di sepanjang jalan Sudirman, Jakarta Pusat. | Foto: Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik, yang disertai dengan kebijakan pengawasan perbankan secara individual yang intensif dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang.

Hal ini disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, saat menerbitkan Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan III/2023 yang memuat overview dan analisis kondisi perekonomian global dan domestik serta kaitannya dengan perkembangan kinerja, penyaluran kredit dan/atau pembiayaan, serta profil risiko yang dihadapi oleh perbankan.

“OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian atau prudential banking, profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk dapat mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat,” kata Dian dalam keterangan resmi, Kamis, 28 Desember 2023.

|Baca juga: Prospek Perbankan 2024: Kredit Perbankan Diprediksi Tumbuh Double Digit

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam laporan ini tercakup juga kebijakan perbankan yang diterbitkan oleh OJK pada periode laporan, perkembangan kelembagaan perbankan, serta koordinasi antar lembaga terkait perbankan. Selain itu, pada periode laporan ini terdapat pembahasan khusus terkait dampak kelangkaan pasokan pangan terhadap inflasi.

Di sisi perekonomian global dan domestik pada periode laporan, disampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi beberapa negara utama mengalami divergensi seiring dengan ketidakpastian global yang meningkat. IMF dalam World Economic Outlook (WEO) Oktober 2023 memproyeksi pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari tahun 2022 sebesar 3,5 persen year on year (yoy) menjadi 3,0 persen yoy pada 2023 dan 2,9 persen yoy pada 2024.

Menurut Dian, di tengah inflasi global yang mulai melandai, suku bunga acuan beberapa negara masih tetap pada level relatif tinggi seiring dengan tingkat inflasi yang masih belum mencapai target yakni 2 persen. Meski mulai melandai, tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih berpotensi tinggi utamanya karena kenaikan harga energi dan pangan akibat eskalasi geopolitik di berbagai wilayah yang masih berlanjut serta adanya fenomena El Nino yang mengganggu proses dan tingkat produksi pangan. Perlambatan ekonomi China juga perlu diwaspadai karena dapat memengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global ke depan.

Di tengah ketidakpastian global tersebut, pada kuartal III/2023 ekonomi domestik relatif tumbuh kuat yaitu sebesar 4,94 persen yoy, meski melambat dari kuartal sebelumnya sebesar 5,17 persen yoy. Ekonomi domestik yang relatif kuat juga terekam pada indikator perbankan sebagaimana terlihat pada pertumbuhan kredit (bank umum) yang masih cukup baik yaitu sebesar 8,96 persen yoy meskipun melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,00 persen yoy.

|Baca juga: OJK Luncurkan Roadmap Perbankan Syariah 2023-2027

“Pertumbuhan kredit tersebut turut didorong oleh membaiknya aktivitas usaha dan meningkatnya tingkat keyakinan atau optimisme konsumen. Di sisi lain, DPK juga masih tumbuh yaitu sebesar 6,54 persen yoy atau sedikit melambat dari tahun sebelumnya sebesar 6,77 persen yoy,” tutur Dian Ediana Rae.

Dalam situasi demikian, kondisi likuiditas bank umum juga masih cukup memadai sebagaimana tecermin dari rasio AL/NCD sebesar 115,37 persen dan AL/DPK sebesar 25,83 persen, masih jauh di atas threshold. Tingkat permodalan juga cukup solid dengan CAR sebesar 27,33 persen yang utamanya ditopang perbaikan tingkat rentabilitas (ROA) yang antara lain karena membaiknya tingkat efisiensi perbankan. Risiko kredit juga terpantau membaik dengan rasio NPL gross dan NPL net yang menurun dan relatif stabil masing-masing menjadi 2,43 persen dan 0,77 persen.

Sejalan dengan kinerja bank umum, kinerja BPR dan BPRS juga cukup baik dengan kredit/pembiayaan dan DPK masih tumbuh tinggi meski melambat dibandingkan tahun sebelumnya, khususnya pada BPRS. Rasio permodalan juga cukup kuat dengan CAR BPR dan BPRS masing-masing sebesar 30,94 persen dan 28,12 persen.

Menurut Dian, ke depan tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas, serta potensi peningkatan risiko kredit seiring peningkatan biaya dana yang dapat berdampak pada penurunan daya beli nasabah. “Untuk itu perbankan didorong untuk meningkatkan daya tahannya melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalannya dalam menyerap potensi risiko khususnya terkait penurunan kualitas kredit restrukturisasi,” jelasnya.

Dalam hal penguatan regulasi, pada periode laporan OJK menerbitkan enam ketentuan perbankan berupa empat Peraturan OJK (POJK) dan dua Surat Edaran OJK (SEOJK). Untuk mendukung hal tersebut, OJK juga menerbitkan dua surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) terkait Kebijakan Relaksasi Pengaturan tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan, dan Insentif bagi Bank Umum mengenai Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Sementara itu, OJK juga aktif berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.

Editor: S. Edi Santosa

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Ingin Beroperasi Penuh, Ekuitas Perusahaan Asuransi Minimal Rp1 Triliun
Next Post BRI Life Berdonasi di Penghujung Tahun 2023

Member Login

or