Sebuah studi Resillient Cities Index yang dilakukan oleh Economist Impact dan disponsori oleh Tokio Marine Group ini menyoroti tentang kurangnya infrastruktur dan kebijakan lingkungan yang efektif di kota-kota di seluruh dunia untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang terus meningkat. Studi ini menekankan pentingnya peran asuransi dan reasuransi dalam mengurangi beban keuangan individu dan bisnis akibat peristiwa terkait iklim.
Studi ini menemukan bahwa penetrasi asuransi di daerah perkotaan ternyata masih rendah sehingga membuat individu rentan terhadap kesulitan keuangan dalam menghadapi kejadian tak terduga seperti bencana alam, kecelakaan, atau keadaan darurat kesehatan. Ketiadaan perlindungan asuransi yang memadai tidak hanya berdampak pada individu dan keluarga, tetapi juga melemahkan ketahanan kota secara keseluruhan. Tanpa ada dukungan asuransi yang memadai, pusat-pusat kota yang menghadapi berbagai risiko seperti bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim, ancaman siber, dan kegagalan infrastruktur, akan mengalami kesulitan untuk pulih dan membangun kembali.
Laporan yang bertajuk “A Global Benchmark of Urban Risk, Response and Recovery” ini, mengungkap bahwa banyak kota di dunia ternyata tidak memiliki langkah-langkah mitigasi asuransi yang memadai untuk menangkal dampak dari iklim yang tidak stabil dan meningkatnya frekuensi kejadian cuaca ekstrem. Peristiwa-peristiwa yang dipicu oleh cuaca ekstrem itu, mulai dari angin topan hingga kebakaran hutan dan badai yang parah, lebih sering terjadi di daerahdaerah yang sebelumnya tidak terbiasa dengan cuaca ekstrem seperti itu.
Executive Vice President dan CoHead Bisnis Internasional Tokio Marine Group, Chris Williams, mengingatkan terkait naiknya frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa cuaca ekstrem secara global. Dia mencatat bahwa risiko yang muncul, yang berasal dari ketergantungan teknologi dan perubahan demografi, memperluas jangkauan tantangan yang harus dihadapi kota-kota.
Dia mengakui bahwa sulit untuk memproyeksikan risiko masa depan sehingga hal tersebut menjadi tanggungjawab industri asuransi kepada nasabah dan masyarakat, untuk dapat mempersiapkan dan menghadapi risiko-risiko tersebut.
“Kami telah melihat secara langsung peran penting yang dapat dimainkan oleh asuransi dalam mendorong pendewasaan pasar di negara-negara berkembang. Dengan meningkatkan penetrasi asuransi, kami dapat membantu bisnis dan masyarakat untuk bangkit kembali, dengan cepat, dilengkapi dengan sarana dan keahlian untuk bangkit lebih kuat. Industri asuransi harus berbuat lebih banyak untuk meyakinkan para pelaku bisnis dan pembuat kebijakan di seluruh dunia mengenai nilai dan kapasitasnya dalam melindungi dari lanskap risiko iklim dan teknologi yang semakin tidak menentu,” ujar Williams.
Resilient Cities Index menyerukan peningkatan kesadaran dan implementasi inisiatif untuk meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan asuransi bagi penduduk perkotaan. Studi ini membuat kasus yang kuat untuk peningkatan keterlibatan industri asuransi dalam melengkapi bisnis dan pembuat kebijakan secara global untuk mengelola risiko yang terkait dengan lanskap iklim dan teknologi yang semakin tidak stabil.
Dalam penelitian ini, Economist Impact mendefinisikan ketahanan perkotaan sebagai sebuah kota yang mampu menghindari, bertahan, dan memulihkan diri dari guncangan seperti bencana alam, dan dari tekanan jangka panjang seperti kemiskinan, infrastruktur yang tua, dan migrasi. Kota yang tanggung harus mampu mengatur diri sendiri setelah terjadi guncangan peristiwa, beradaptasi dengan risiko yang terjadi, dan membuat perencanaan ke depan.
“Dengan realitas iklim perubahan, ketahanan bukan hanya tentang kemampuan menahan atau menyerap gangguan tetapi (juga tentang) menjadi berkelanjutan. Itu tidak boleh menambah apapun potensi masalah di masa depan sambil tetap melayani fungsi dasarnya,” tambah Direktur Eksekutif Infrastruktur Asia, Lavan Thiru.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News