1
1

Tom Lembong Sebut Harga Nikel Bakal Anjlok, Luhut: Justru Bahaya Kalau Terlalu Tinggi!

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan. | Foto: Lemhanas

Media Asuransi, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan naik turunnya harga nikel merupakan hal yang normal sebagai bagian dari siklus komoditas. Hal itu termasuk seperti pada batu bara dan emas.

Pernyataan Luhut itu menanggapi Co-Captain Timnas Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Thomas Lembong yang menyinggung harga nikel bakal anjlok, beberapa waktu lalu.

“Anda (Tom Lembong) harus lihat data panjang 10 tahun, kan Anda pebisnis juga, kan siklus dari komoditas itu naik turun. Apakah itu batu bara, nikel, timah, emas, apa saja,” kata Luhut, dikutip melalui laman akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan, Kamis, 25 Januari 2024.

Walaupun pergerakan harga nikel fluktuatif, namun Luhut menegaskan bahwa di 10 tahun terakhir harga nikel dunia berkisar pada harga US$15 ribu per ton. “Angka tersebut masih rendah dibandingkan dengan harga sekarang yang berada di kisaran US$16 ribu per ton,” jelas Luhut.

|Baca: Tanggapi Pernyataan Tom Lembong Sering Beri Contekan ke Jokowi, Luhut: Tugas Anda Sebagai Pembantu Presiden!

Bahkan, kata Luhut, harga rata-rata nikel dunia pada periode 2014-2019 berada di kisaran US$12 ribu per ton. Harga ini justru cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pada tahun ini. Luhut menjelaskan jika harga nikel terlalu tinggi justru berbahaya.

“Kita belajar dari kasus Cobalt tiga tahun lalu, harganya begitu tinggi, orang akhirnya mencari bentuk baterai lain, salah satunya LFP. Jadi ini kalau kita bikin harga ketinggian, orang akan cari alternatif lain, teknologi berkembang sangat cepat,” jelas Luhut.

Pemerintah mencari keseimbangan harga nikel

Meski demikian, Luhut menegaskan, saat ini pemerintah terus mencari keseimbangan agar ke depan nikel yang terdapat di Tanah Air masih dibutuhkan bagi produsen kendaraan listrik.

“Oleh karena itu kita cari benar keseimbangan, supaya betul-betul barang kita ini (nikel) tetap masih dibutuhkan sampai beberapa belas tahun ke depan, kita gak tahu berapa tahun. Tapi ingat lithium baterai bisa recycling, sedangkan LFP itu tidak bisa sampai hari ini. Tapi sekali lagi teknologi terus berkembang,” pungkas Luhut.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Kurs Rupiah Perdagangan Sore Jebol ke Rp15.826/US$
Next Post MRT Jakarta Bidik 33 Juta Penumpang di 2024

Member Login

or