Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan berbagai upaya mendorong penyelesaian permasalahan pada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) melalui pengawasan khusus. Sampai dengan 25 Februari 2025, OJK masih melakukan pengawasan khusus 6 perusahaan asuransi dan reasuransi.
“Dengan harapan perusahaan dapat memperbaiki kondisi keuangannya untuk kepentingan pemegang polis. Selain itu juga terdapat 11 dana pensiun yang masuk dalam pengawasan khusus,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, dalam jumpa pers secara daring, Selasa siang, 4 Maret 2025.
|Baca juga:Premi Asuransi Januari 2025 Naik 2,53%
Selain itu, pada periode 1-25 Februari 2025, OJK telah melakukan pengenaan sanksi administratif kepada LJK di sektor PPDP sebanyak 60 sanksi. Yakni terdiri dari 45 sanksi peringatan/teguran dan 15 sanksi denda yang dapat diikuti dengan sanksi peringatan/teguran.
Ogi menyampaikan bahwa dalam rangka penegakan ketentuan dan pelindungan konsumen di sektor PPDP, OJK telah mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada 16 Januari 2025. Pencabutan izin usaha ini merupakan bagian dari rangkaian program penyelamatan pemegang polis Jiwasraya berupa restrukturisasi kewajiban dan pengalihan pertanggungan kepada IFG Life. “OJK terus memantau proses likuidasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sesuai ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
|Baca juga: Kasus Asuransi Jiwasraya Makin Panas, Kejagung Periksa 4 Saksi Kunci!
Di sisi lain, dalam rangka memenuhi kewajiban peningkatan ekuitas tahap ke-1 di tahun 2026 sesuai POJK 23 Tahun 2023, per Januari 2025 belum semua perusahaan asuransi dan reasuransi telah memenuhi ekuitas minimum yang dipersyaratkan untuk tahun 2026. Per Januari 2025, terdapat 106 perusahaan asuransi dan reasuransi dari 144 perusahaan yang telah memenuhi jumlah minimum ekuitas tersebut.
Sementara itu, terkait kewajiban seluruh perusahaan asuransi untuk memiliki tenaga aktuaris, sampai dengan 25 Februari 2025 terdapat 5 perusahaan yang belum memiliki aktuaris perusahaan atau mengajukan calon untuk dilakukan penilaian kemampuan dan kepatutan. “OJK terus memonitor pelaksanaan supervisory action sesuai ketentuan bagi perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tersebut, seperti peningkatan sanksi peringatan yang sebelumnya telah diberikan serta permintaan rencana tindak atas pemenuhan aktuaris perusahaan,” kata Ogi.
Selain itu, dia tambahkan bahwa OJK juga terus melakukan koordinasi secara berkelanjutan dengan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) sebagai lembaga yang menerbitkan sertifikasi aktuaris dalam perspektif supply tenaga ahli aktuaris.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News