1
1

AAJI Ungkap Kunci Sukses Industri Asuransi Jiwa Tumbuh Ciamik di 2025, Apa Saja?

Ketua 1 Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG AAJI Fauzi Arfan dalam seminar Indonesia Economy & Financial Outlook 2025. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memperkirakan industri asuransi tetap tumbuh positif di sepanjang 2025. Meski demikian, pelaku industri harus tetap mencermati sejumlah tantangan yang menghadang termasuk mengoptimalkan peluang yang muncul.

“Walaupun demikian, berbagai upaya tetap perlu dilakukan guna memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan yang ada,” kata Ketua 1 Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG AAJI Fauzi Arfan dalam seminar Indonesia Economy & Financial Outlook 2025 di Jakarta, Selasa, 19 November 2024.

|Baca juga: Sinergi Strategis Tugu Insurance dan ruparupa rewards untuk Manfaat Lebih bagi Pelanggan

|Baca juga: Bos DAI Pede Pertumbuhan Industri Perasuransian Tetap Menjanjikan di 2025

Fauzi menambahkan peluang yang diyakini muncul pada 2025 yakni adanya tren penurunan suku bunga, meningkatnya literasi dan inklusi asuransi, terdapat transisi pemerintahan, baru, dan adopsi penggunaan teknologi digital seiring meningkatnya populasi milenial dan Gen Z.

“Sedangkan tantangannya (di 2025) yaitu penerapan IFRS 17/PSAK-117 dan persiapan terhadap ketentuan permodalan baru, tren inflasi biaya medis, transisi pemerintahan baru, dan berlanjutnya pelemahan daya beli terutama akibat kenaikan PPN,” kata Fauzi.

Sementara di 2024, ia menyebutkan, terdapat sejumlah tantangan. Pelemahan daya beli masyarakat, misalnya, dengan adanya penurunan 16 persen kelas menengah selama 2019-2024 dan penurunan 40 persen dari rata-rata saldo tabungan untuk kelompok rekening kurang lebih Rp100 juta pada Januari 2019 hingga September 2024.

Tantangan lain yakni adanya tren kenaikan klaim kesehatan, Terdapat sejumlah penyebabnya pertama tingginya inflasi biaya medis di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kenaikan beberapa bahan baku dan sebagian alat kesehatan yang masih diimpor.

Kedua, tidak adanya suatu standar pelayanan medis yang akibatnya beberapa penyakit mendapatkan tindakan medis yang berlebihan dan tindakan medis yang berbeda antara Rumah Sakit (RS) untuk suatu penyakit yang sama. Ketiga, kecenderungan perusahaan asuransi membayar lebih mahal dari seharusnya.

|Baca juga: OJK: Industri Asuransi Harus Tumbuh Bersama di 2025

|Baca juga: APPI Perkirakan Industri Perusahaan Pembiayaan Tumbuh 10% di 2025

“Ini karena tingginya biaya operasional rumah sakit dan mengejar profit sesegera mungkin,” kata Fauzi.

Tantangan berikutnya yakni perubahan demografi penduduk. Ciri-cirinya yakni digital savy, memahami teknologi digital dengan baik dan menggunakan di sebagian besar aktivitas harian, berpendapatan kurang dari sama dengan Rp5 juta, memiliki kendaraan politik tinggi, dan memiliki perhatian besar terhadap isu ketimpangan, kesehatan mental, dan keadilan sosial.

Tantangan selanjutnya yaitu penurunan jumlah agen. Hal itu terjadi pertama karena perubahan regulasi pemasaran PAYDI. Regulasi terbaru PAYDI menyebabkan agen harus melakukan pelatihan ulang sebelum melakukan penjualan PAYDI.

|Baca juga: Bos DAI Pede Pertumbuhan Industri Perasuransian Tetap Menjanjikan di 2025

Kedua, digitalisasi. Pandemi covid-19 telah mengakselerasi adopsi teknologi digital di masyarakat. Hal ini kemudian mengurangi penjualan secara langsung melalui agen. Ketiga, persaingan kompetitif. Target pasar antar perusahaan cenderung tidak jauh berbeda. Hal ini kemudian membuat persaingan antar agen untuk mendapatkan nasabah baru menjadi ketat

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post IHSG Diprediksi Mixed, Ajaib Rekomendasikan Saham TINS, SIDO, BRMS
Next Post Emiten Tambang Batu Bara Prima Andalan Mandiri (MCOL) Tebar Dividen Interim Rp391,11 Miliar

Member Login

or