Media Asuransi, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengajukan permintaan relaksasi waktu terkait pemenuhan kewajiban ekuitas minimum bagi perusahaan asuransi dan reasuransi konvensional maupun syariah pada tahap pertama di 2026, sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2023.
Ketua Umum AAUI Budi Herawan mengungkapkan bahwa asosiasi telah menyampaikan surat resmi beserta landasan kajian akademis kepada OJK. Pengajuan tersebut disampaikan saat acara Indonesia Rendezvous 2025 di Bali, pada 17 Oktober 2025, sebagai gambaran kondisi industri asuransi umum saat ini.
“Mengenai ekuitas atau POJK 23, benar sekali bahwa AAUI sudah mengirim surat dan juga dengan landasan kajian akademis,” ujar Budi kepada awak media, di Kawasan Jakarta Selatan, dikutip Selasa, 25 November 2025.
“Ya intinya kita sampaikan panjang lebar dalam surat itu, kondisi mikro dan makro yang menjadi landasan kenapa kita minta relaksasi waktu,” lanjutnya.
Hingga kini, menurut Budi, AAUI belum menerima respons dari regulator. Ia menambahkan bahwa OJK masih menantikan dampak penerapan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) 117, ia memahami jika regulator menilai masih terlalu dini untuk mengambil keputusan terkait permintaan relaksasi ini.
|Baca juga: AAUI Catat Premi Asuransi Umum Tumbuh 6,3% Jadi Rp84,72 Triliun di Kuartal III/2025
Berdasarkan pemetaan AAUI, terdapat lima sampai 10 perusahaan asuransi umum yang masih harus memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar. Namun jumlah tersebut bergantung pada performa keuangan masing-masing perusahaan hingga akhir 2025.
“Harapan saya sih ada perbaikan kinerja lah. Mungkin tersisa di akhir tahun tinggal 4 atau 5 perusahaan,” sambung Budi.
Budi menegaskan bahwa AAUI tidak menolak POJK 23, tetapi hanya meminta adanya relaksasi waktu pemenuhan ekuitas minimum. Ia berharap, jika permintaan dikabulkan, relaksasi tersebut tidak diberikan secara merata, melainkan hanya kepada perusahaan tertentu yang benar-benar menentukan.
“Jadi diberikan relaksasi secara kasuistis, dimana perusahaan-perusahaan memang yang harus memenuhi ekuitas ini diberikan tenggang waktu yang cukup,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa situasi serupa juga dialami oleh sektor asuransi jiwa. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Syariah Indoensia (AASI) juga baru sampai pada tahap penyampaian kajian kepada regulator.
“Jadi tiga asosiasi ini yang nantinya akan bersama-sama memperjuangkan kepada anggotanya bagaimana menghadapi POJK 23 di tahun 2026 dan 2028,” tutup Budi.
Editor: Irdiya Setiawan
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
