Media Asuransi, BALI — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mendorong peningkatan premi di sektor asuransi umum untuk mengejar target pertumbuhan hingga delapan persen pada tahun ini. Langkah tersebut menjadi salah satu topik utama yang dibahas dalam forum 29th Indonesia Rendezvous yang digelar AAUI di Bali pada 15–17 Oktober 2025.
Ketua AAUI Budi Herawan mengatakan industri asuransi umum masih harus bekerja keras untuk mencapai target tersebut. Ia menilai, selain menghadapi tantangan likuiditas dan permodalan, industri juga masih dibayangi persoalan efisiensi yang perlu segera dibenahi untuk mengembalikan kepercayaan publik.
|Baca juga: Pengamat: Cakupan Perlindungan Program Penjaminan Polis Asuransi Harus Dipahami dengan Jelas!
|Baca juga: HSBC Resmikan Wealth Center WTC 1 Jakarta untuk Manjakan Nasabah Premier
“Isu permodalan dan efisiensi menjadi kunci untuk mengangkat dan memperbaiki kinerja industri asuransi umum yang masih kurang efisien. Harapannya ada solusi yang bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat,” ujar Budi, dikutip dari Asia Insurance Review, Rabu, 22 Oktober 2025.
Isu penguatan modal menjadi salah satu sorotan utama dalam forum tersebut. Kepala Eksekutif Pengawas Asuransi, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan POJK Nomor 23 Tahun 2023 telah menetapkan batas waktu pemenuhan modal hingga 2026–2028.
Regulasi tersebut bukan hanya menekankan peningkatan modal, melainkan juga bagian dari upaya konsolidasi industri. “Bagi perusahaan yang tidak mampu memenuhi ketentuan modal, pilihan yang tersedia adalah mencari tambahan modal atau melakukan merger dengan perusahaan lain,” kata Ogi.
OJK juga telah menerbitkan surat edaran mengenai klasterisasi perusahaan berdasarkan kekuatan modal (KPPE), yang akan menentukan lini bisnis dan kapasitas risiko masing-masing perusahaan.
Selain tantangan permodalan, industri asuransi umum juga dihadapkan pada penerapan standar akuntansi internasional PSAK 117 (adopsi IFRS 17) yang resmi berlaku tahun ini. Standar baru tersebut mengubah secara fundamental cara perusahaan menghitung pendapatan dan liabilitasnya.
|Baca juga: HSBC Nilai Persaingan Antarbank Tetap Sehat di Tengah Kucuran Rp200 Triliun ke Himbara dan Penurunan BI Rate
|Baca juga: BI Rate Turun, Ke Mana Nasabah Tajir HSBC Mengalihkan Dana Investasinya?
Menanggapi tekanan regulasi ganda tersebut, AAUI mendorong pelaku industri untuk mempercepat proses digitalisasi guna meningkatkan efisiensi operasional sekaligus membuka peluang model bisnis baru yang lebih berkelanjutan dan kompetitif.
Selain itu, AAUI juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memperluas penetrasi pasar dan memperkuat ketahanan industri secara kolektif. Upaya ini dinilai bukan lagi bersifat opsional, melainkan mandat penting agar sektor asuransi tetap menjadi penopang strategis perekonomian nasional di tengah pengawasan global yang semakin ketat.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
