Media Asuransi, JAKARTA – Allianz kembali meluncurkan laporan “Allianz Global Wealth Report” edisi ke-14, yang memaparkan analisis secara menyeluruh terkait kondisi aset dan hutang rumah tangga di hampir 60 negara.
Di tengah kondisi global yang penuh tantangan, aset keuangan Indonesia menunjukkan pencapaian yang jauh berbeda dengan keadaan global, bahkan mencatat pertumbuhan yang kuat sebesar 11%, hampir mencapai 2 kali lipat dari rata-rata negara berkembang lainnya.
Tahun 2022 merupakan tahun yang cukup menantang bagi para penabung (savers). Harga-harga aset secara keseluruhan merosot pada siklus ‘depresi’. Dampaknya terlihat pada penurunan aset keuangan global rumah tangga pribadi sebesar -2,7%, hasil tersebut merupakan penurunan paling tajam sejak Global Financial Crisis (GFC) 2008 lalu.
|Baca juga: Allianz Global: Siap-siap, Permintaan Asuransi Professional Indemnity akan Meningkat
Meski demikian, kondisi tiga kelas aset utama menunjukkan pertumbuhan dan penurunan yang berbeda. Ketika terjadi penurunan pada sekuritas sebesar -7,3% dan asuransi/dana pensiun sebesar -4,6%, deposit bank justru mengalami pertumbuhan yang kuat di angka 6%. Secara keseluruhan, aset keuangan mengalami kerugian EUR6,6 triliun, sehingga total aset keuangan tercatat senilai EUR233 triliun pada akhir tahun 2022. Diantaranya, sebesar EUR63,9 triliun atau 27% dari nilai tersebut disokong oleh rumah tangga di wilayah Asia.
Dalam keterangan pers yang dikutip, Minggu, 22 Oktober 2023, disebutkan bahwa penurunan paling banyak dialami oleh Amerika Utara (-6.2%), kemudian diikuti oleh Eropa Barat (-4.8%). Asia, sebaliknya, masih menorehkan pertumbuhan yang cukup kuat dengan rata-rata mencapai angka 4,6% di tahun 2022. Bahkan Jepang masih menunjukkan adanya pertumbuhan, walaupun pertumbuhannya tercatat cukup rendah (0.2%).
Kondisi di negara-negara berkembang seperti Indonesia dan Filipina mencatat pertumbuhan hingga dua digit. Aset finansial di China juga terbilang kokoh dengan pertumbuhan sebesar 6,9%, namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan di tahun sebelumnya (13,3%) dan rata-rata pertumbuhan yang telah diraih selama 20 tahun terakhir (15.9%), tahun ini China menunjukkan pertumbuhan yang cukup mengecewakan. Kebijakan isolasi berulang kali akibat pandemi (lockdown) memberikan dampak yang sangat besar bagi mereka.
Kekayaan Tergerus
Terlepas dari adanya kerugian, di akhir tahun lalu aset keuangan rumah tangga global masih berada pada angka 19% di atas masa pra-Covud-19, secara nominal. Namun setelah disesuaikan dengan angka inflasi, hampir 2/3 dari tingkat pertumbuhan terkena imbas kenaikan harga yang kemudian menghambat pertumbuhan aset hingga hanya menjadi sebesar 6,6% dalam tiga tahun terakhir.
Ketika kebanyakan negara setidaknya dapat tetap mempertahankan angka pertumbuhan pada aset, Eropa Barat mengalami yang sebaliknya, yakni keuntungan terhapus dan bahkan jumlah kekayaan menurun -2,6% dibandingkan 2019. Penurunan tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di kawasan Asia, karena keuntungan yang didapatkan mampu mencapai hampir 20% sepanjang tiga tahun terakhir berkat inflasi yang terkendali, termasuk di China dan Jepang.
Chief Economist Allianz, Ludovic Subran, menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, para penabung selalu melontarkan keluhan atas bunga nol persen. Tetapi pada dasarnya musuh sejati bagi para penabung adalah inflasi, bahkan sebelum inflasi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Selama 20 tahun terakhir, tiga perempat dari nominal pertumbuhan dalam aset keuangan terkena imbas terhapus akibat dari inflasi.
|Baca juga: Allianz Global Bukukan Pertumbuhan Premi Bruto 20% pada Kuartal I/2023
“Hal ini menandakan pentingnya pengelolaan keuangan yang cerdas serta peningkatan literasi keuangan. Namun inflasi adalah rintangan yang sangat sulit ditaklukkan. Tanpa adanya saran dari profesional untuk pengelolaan keuangan jangka panjang, maka para penabung tentunya akan mengalami kesulitan,” katanya.
Tingkat Pertumbuhan
Pasca-kemerosotan di tahun 2022, aset keuangan global tentunya harus kembali bangkit dan tumbuh di 2023. Sejauh ini, perkembangan positif yang terjadi di pasar saham dapat mendukung optimisme ini. Secara keseluruhan, diharapkan pertumbuhan pada aset keuangan meningkat sekitar 6%, juga lebih mempertimbangkan ‘normalisasi’ dari kelanjutan perilaku menabung. Dengan tingkat inflasi global di angka 6% pada tahun 2023, para penabung seharusnya dapat terhindar dari kerugian pada aset keuangan setidaknya selama satu tahun lagi.
“Untuk prospek jangka menengah, diperkirakan masih akan muncul beragam kemungkinan,” ucap Michaela Grimm, penulis/co-author laporan ini. “Tidak akan ada faktor penunjang moneter atau ekonomi,” tambahnya.
Rata-rata pertumbuhan diperkirakan akan berada di antara angka 4% hingga 5% dalam tiga tahun ke depan, dari asumsi rata-rata imbal hasil pasar saham. Namun seperti layaknya cuaca yang semakin ekstrem di tengah perubahan iklim, akan ada lebih banyak lagi perubahan pasar dalam lanskap geopolitik dan ekonomi yang baru. Tahun-tahun ‘normal’ mungkin akan menjadi pengecualian.”
Fase Pengetatan
Pemulihan tingkat suku bunga juga berdampak pada sisi utang di neraca keuangan rumah tangga pribadi. Setelah peningkatan utang swasta secara global sebesar 7,8% di tahun 2021, tahun kemarin melemah secara signifikan hingga 5,7%. Di kawasan Asia, pertumbuhan hutang telah berkurang hampir setengah dari 10,3% (2021) menjadi 5,8% (2022). Penurunan paling tajam terlihat pada kondisi di China, yakni pertumbuhan utang tahun lalu di 5,4% yang merupakan pertumbuhan utang terendah yang pernah tercatat.
Secara keseluruhan, total utang rumah tangga secara global hingga akhir tahun 2022 senilai EUR55,8 triliun, yang EUR18,1 triliun (32%) berasal dari rumah tangga di Asia. Selisih antara utang dan pertumbuhan ekonomi membesar hingga 3,9pp/percentage point, rasio hutang terhadap PDB global (liabilitas sebagai persentase dari PDB) turun secara signifikan lebih dari 2pp menjadi 66% di tahun 2022.
Hal tersebut juga membuktikan bahwa rasio utang global untuk rumah tangga pribadi telah kembali pada level yang sama seperti di awal milenium, sebuah tingkat stabilitas yang luar biasa ketika dunia saat ini disebut tenggelam dalam utang. Namun, ada beberapa perubahan besar dalam pemetaan utang dunia.
Yang pertama, stabilitas menjadi sebuah karakteristik di negara-negara maju, namun di sisi lain sebagian besar pasar telah melihat rasio utang meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Di Asia, rasio ini berada di angka 61% pada akhir 2022, sekitar 7pp di atas level 20 tahun yang lalu. Namun rata-rata ini juga menandakan sebuah perkembangan yang baik. Di China misalnya, rasio utang telah meningkat 3 kali lipat menjadi angka 61%.
|Baca juga: Ikhtisar Risiko Global Utama dari Allianz Risk Barometer
Aset keuangan mengalami penurunan sebesar -5,2% menjadi EUR176 triliun, namun Asia menunjukkan sebuah peningkatan sebesar 4,2% menjadi EUR46 triliun. Walaupun demikian, tidak semua negara di kawasan ini menunjukkan pertumbuhan positif setelah adanya utang. Bahkan di Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia menunjukkan penurunan pada nilai bersih aset keuangan, meskipun hanya dengan selisih yang kecil.
Indonesia: Pertumbuhan yang Kokoh
Mengacu pada laporan terbaru, aset keuangan rumah tangga di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang kuat sebesar 11% di 2022. Angka pertumbuhan tersebut terbilang signifikan apabila dibandingkan tahun lalu sebesar 8,6%, dan pertumbuhan ini bahkan hampir mencapai 2 kali lipat dari rata-rata negara berkembang (6%).
Faktor pendorong utamanya adalah kenaikan surat berharga sebesar 46%, yang merupakan tingkat tertinggi sejak 2011. Deposito di bank juga paling dominan, karena porsinya pada keseluruhan portofolio lebih dari 60% jenis aset di Indonesia, tumbuh sebesar 4,9% (pada tahun 2021 bertumbuh sebesar 4,2%), namun masih berada di bawah rata-rata jangka panjang sebesar 11%. Kemudian apabila dilihat dari sisi lain, aset-aset seperti asuransi/dana pensiun juga menurun senilai 4%, dan ini merupakan penurunan pertama kali di abad ini.
Jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi 2019, aset keuangan saat ini menunjukkan nominal yang lebih tinggi sebesar 32%. Namun apabila mengacu pada kondisi inflasi, peningkatan ini turun hingga 22,3% sepanjang tiga tahun ke belakang.
Selain itu, pertumbuhan utang meningkat tipis menjadi 8,8%, dibandingkan dengan tahun 2021, yaitu 8,4%. Pertumbuhan PDB juga berpengaruh pada penurunan rasio utang terhadap PDB ke angka 15,7%, yang berarti angka tersebut hampir menyentuh 46pp di bawah rata-rata regional. Nilai aset keuangan mampu mencapai 12,7%, dan apabila dihitung berdasar nilai aset keuangan bersih per kapita sebesar EUR960, kali ini Indonesia berada pada posisi ke-55 dalam ranking negara terkaya (dihitung dari aset keuangan per kapita).
“Ketidakpastian ekonomi menuntut kita untuk senantiasa mencermati kondisi keuangan. Perencanaan keuangan yang baik akan membantu dalam mencapai tujuan hidup di masa depan, walaupun perubahan-perubahan situasi ekonomi yang terjadi dapat menjadi tantangan. Memahami apa yang menjadi kebutuhan dan mengenal profil risiko diri juga akan mempermudah pemilihan produk keuangan yang tepat. Perlindungan asuransi akan memitigasi risiko terganggunya keuangan jika suatu saat mengalami risiko kehidupan,” kata Direktur & Chief Financial Officer Allianz Life Indonesia, Edwin Prayitno.
Allianz Indonesia tetap fokus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya perlindungan asuransi dan mengomunikasikan manfaat yang bisa diperoleh, serta terus mendampingi masyarakat menghadapi tantangan ekonomi di masa mendatang.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News