Media Asuransi, JAKARTA – AXA Financial Indonesia menyoroti tiga tantangan utama yang dihadapi industri asuransi dalam menerapkan standar pelaporan keuangan IFRS 17. Tantangan itu perlu diantisipasi sebaik mungkin guna memaksimalkan pertumbuhan bisnis di masa mendatang.
Direktur AXA Financial Indonesia Bukit Rahardjo menegaskan setidaknya ada tiga tantangan utama yang perlu diantisipasi bersama oleh pelaku industri dan regulator. Pertama, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka mengimplementasikan IFRS 17.
“Again ya Bapak Ibu, kata implementasi ini, ini kata yang paling penting, implementasi dan eksekusi,” ujarnya, dalam paparan kinerja, di Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025.
|Baca juga: CCP Jadi Senjata Baru BI dan OJK Perkuat Pasar Keuangan RI
|Baca juga: Ketua Komisi XI Usul Ekspor Emas Dilarang untuk Perkuat Cadangan Ekonomi RI
Ia menegaskan kelangkaan sumber daya manusia yang benar-benar memahami dan mampu menjalankan IFRS 17 telah menjadi tantangan serius bagi banyak perusahaan. Kelangkaan talenta yang mumpuni tersebut sudah mulai terjadi dan diperkirakan menjadi tantangan tersendiri, baik bagi AXA Financial Indonesia maupun industri asuransi secara keseluruhan.
Namun demikian, Bukit menekankan, pentingnya tanggung jawab kolektif antarpelaku industri untuk bersama-sama membangun kapabilitas SDM secara berkelanjutan.
“Bukan berarti harus ambil-ambilan (tenaga kerja antar perusahaan) gitu di perusahaan, tapi kita punya collective responsibility, tanggung jawab bersama untuk bagaimana caranya mendidik atau nurture yang membangun dari bawah kapabilitas dari IFRS 17 itu sendiri,” katanya.
Tantangan kedua, menurutnya, adalah kesiapan infrastruktur teknologi untuk mendukung penerapan IFRS 17. Ia menyebut tingkat kebutuhan data yang sangat detail membuat perusahaan perlu meningkatkan kapasitas sistem dan data warehouse secara signifikan.
|Baca juga: OJK Restui Iwan dan Tan Rudy Eddywidjaja Menjabat Direktur BFI Finance (BFIN)
|Baca juga: Begini Strategi Maybank Indonesia (BNII) Bangun Bisnis Keberlanjutan UKM
“Pelajaran yang berharga buat kita adalah, ternyata IFRS 17, data granularity, detail data yang dibutuhkan luar biasa. Kalau saya bilang bisa lima kali lipat, tujuh kali lipat. Nah ini tidak boleh dianggap remeh oleh seluruh perusahaan dalam mempersiapkan IFRS 17,” jelasnya.
Sementara tantangan ketiga berkaitan dengan kebiasaan industri yang selama ini lebih fokus pada pelaporan keuangan tahunan atau kuartalan, dan belum terbiasa menyusun proyeksi bisnis jangka menengah-panjang berbasis IFRS 17.
“Kita harus lebih sering melakukan proyeksi dari basis baru IFRS 17 ini. Karena kita sekarang di perusahaan dan di industri, hanya fokus di pelaporan saat ini. Belum memiliki horizons, oh melakukan business planning dua atau tiga tahun ke depan itu seperti apa dalam IFRS 17. Nah ini kita belum terbiasa melakukan hal itu,” ungkapnya.
|Baca juga: OJK Nilai Target IHSG 8.000 dari BEI Realistis, tapi Ingatkan Risiko Ini
|Baca juga: Menuju Maybank Marathon 2025, Semangat Para Pelari Dijaga Lewat Road To Maybank Marathon
Meski demikian, ia menilai, regulator telah mulai menunjukkan sikap yang adaptif terhadap tantangan implementasi IFRS 17. Ia menyebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mulai sejalan dengan kebutuhan industri, salah satunya dengan mewajibkan penyusunan rencana bisnis satu tahun ke depan yang dihitung berdasarkan basis IFRS 17.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News