Media Asuransi, JAKARTA – Banyak hal yang masih belum jelas atas kasus yang diangkat Wanda Hamidah dalam cuitannya baru-baru ini, bahwa dia merasa dirugikan oleh asuransi. Dari informasi yang beredar, masih belum jelas apakah keluhannya itu terkait produk asuransi kesehatan (health) atau produk asuransi kecelakaan diri (personal accident).
“Atau bisa juga produk yang lain misalnya unitlink dengan tambahan manfaat (rider) kesehatan. Sampai sekarang saya masih belum tahu secara persis mengenai produknya,” kata Chairman PT Jupiter Insurance Brokers & Consultants, Kapler Marpaung, dalam wawancara secara daring dengan Media Asuransi, Kamis malam, 14 Oktober 2021.
Kapler menuturkan bahwa berdasar informasi yang beredar, anak Wanda Hamidah menjalani pembedahan karena mengalami cedera akibat aktivitasnya saat mendaki gunung. Dengan demikian, sebenarnya tindakan bedah yang dilakukan tim medis itu dari kaca mata asuransi masuk dalam kategori personal accident atau kecelakaan diri. Oleh karena itu, jika nasabah memiliki dua jaminan asuransi yakni asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan diri, maka lebih pas jika dalam kasus ini klaimnya adalah ke asuransi kecelakaan diri.
Apakah tidak bisa jika klaimnya atas asuransi kesehatan? Menurut Kapler, bisa saja. Jika di asuransi kesehatan yang dimiliki nasabah itu ada manfaat tambahan mengenai perawatan atas risiko kecelakaan diri. “Di asuransi kesehatan, sering juga oleh perusahaan asuransi ditambahkan manfaat mengenai penggantian biaya perawatan atas kecelakaan diri. Namun tentu saja plafonnya relatif kecil jika dibandingkan dengan plafon untuk perawatan kesehatan,” jelasnya.
Mengenai jaminan di asuransi kesehatan itu sendiri, menurut dosen program Magister Manajemen (MM) Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, secara umum polisnya memiliki jaminan utama berupa memberikan penggantian biaya-biaya pengobatan akibat suatu penyakit yang memerlukan perawatan di rumah sakit atau klinik.
|Baca juga: Kasus Wanda Hamidah Viral, Ini 4 Hal Penting Sebelum Membeli Asuransi
Pre-existing condition
Namun Kapler Marpaung mengingatkan bahwa di asuransi kesehatan ini ada yang istilahnya pre-existing condition. Bahasa sederhananya, pre-existing condition merupakan kondisi kesehatan yang sudah ada sebelum polis asuransi berlaku.
“Biasanya, pre-existing condition ini menjadi pengecualian perlindungan yang diberikan. Misalnya jika seorang nasabah telah memiliki penyakit jantung bawaan yang sudah ia derita sebelum membeli polis asuransi. Lalu saat mengajukan Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) atau Surat Permohonan Asuransi Kesehatan (SPAK), penyakit bawaan tersebut tidak disampaikan kepada perusahaan asuransi. Maka jika setelah polis berlaku dan ia mengajukan klaim atas penyakit jantungnya, klaim tersebut bisa dibatalkan oleh perusahaan asuransi,” kata Kapler.
Menurut pria yang juga menjabat sebagai Chairman Wealth Management Standard Board Indonesia (WMSBI) ini, sejatinya pembatalan klaim akibat dikenakannya klausul pre-existing condition dapat dihindari dengan cara memberikan keterangan perihal riwayat kesehatan dan medis si calon nasabah secara terbuka dan transparan, saat pengajuan SPAJ atau SPAK.
Terkait dengan keluhan Wanda Hamidah tadi, info yang beredar menyebutkan bahwa anaknya mengalami cedera lutut pada tahun 2019. Pada tahun 2020 Wanda Hamidah meningkatkan plafon jaminan asuransi kesehatan yang telah dia miliki sejak tahun 2009. Kemudian baru-baru ini anaknya menjalani pembedahan di rumah sakit.
Jika benar informasi ini, maka akan berlaku pre-existing condition. Menurut Kapler Marpaung, nasabah seharusnya mengemukakan seluruh data medis yang dia miliki di surat permohonan perlindungan asuransi, saat akan melakukan upgrade plafon biaya perawatan yang di-cover. Karena cedera itu terjadi sebelum nasabah melakukan upgrade plafon.
|Baca juga: Trik Memilih Asuransi Kesehatan yang Sesuai Kebutuhan
Dengan penyampaian informasi, maka perusahaan asuransi akan dapat menentukan atau memutuskan, apakah akan menerima permohonan itu, akan menerima dengan sejumlah syarat, atau justru perusahaan asuransi akan menolak. “Sehingga jika di belakang hari terjadi klaim, tidak akan timbul masalah seputar legalitasnya. Jadi si calon nasabah harus mengemukakan semua riwayat kesehatannya,” jelas Kapler.
Kapler Marpaung menambahkan, terkait pre-existing condition, perusahaan asuransi dapat saja memutuskan agar si nasabah masih bisa mendapatkan program perlindungan yang diberikan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, misalnya dalam polis disebutkan bahwa untuk penyakit tertentu, jaminan asuransinya baru berlaku setelah periode tertentu setelah polis diterbitkan. “Misal untuk penyakit TBC, jaminan berlaku setelah 180 hari. Kemudian untuk penyakit amandel, berlaku setelah 365 hari, atau setelah renewal pada tahun kedua,” jelasnya.
Kembali ke masalah yang dialami Wanda Hamidah, menurut mantan Ketua ABAI (kini APPARINDO) ini, dalam beberapa polis asuransi kesehatan, juga ada nilai santunan untuk biaya pengobatan jika pemegang polis mengalami perawatan medis akibat kecelakaan. “Tetapi perlu diingat, santunan karena kecelakaan ini adalah merupakan semacam bonus yang jumlahnya sangat terbatas. Biasanya berkisar Rp5 juta hingga Rp10 juta,” katanya.
Oleh karena itu, Kapler Marpaung menyarankan, jika nasabah menginginkan penggantian pengobatan karena suatu kecelakaan, sebaiknya dia membeli polis asuransi yang khusus memberikan pertanggungan kecelakaan, yaitu asuransi kecelakaan diri atau personal accident. “Jadi dalam kasus anaknya Wanda Hamidah ini, sebenarnya lebih pas jika menggunakan asuransi kecelakaan diri,” tuturnya.
|Baca juga: Pentingnya Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat: Antara Layanan dan Harapan
Walau demikian dia mengingatkan bahwa penggantian biaya perawatan akibat kecelakaan, tetap kecil plafonnya. Plafon terbesar dari asuransi kecelakaan diri adalah jika nasabah meninggal dunia akibat kecelakaan. Kemudian cacat tetap yang membuat nasabah tidak mampu menjalankan aktivitas utama, misalnya kehilangan penglihatan, kehilangan kedua kaki, atau kehilangan kedua tangan.
Untuk penggantian biaya perawatan, pada umumnya sekitar 10 persen dari total uang pertanggungan asuransi kecelakaan diri. “Jadi jika ada orang yang datang kepada saya untuk berkonsultasi, maka akan saya tanya berapa ekspektasi plafon biaya yang akan di-cover dari polis ini. Jika misalnya dia berharap plafonnya Rp20 juta, maka saya akan menyarankan agar dia membeli polis asuransi kecelakaan diri dengan nilai uang pertanggungan minimal Rp200 juta,” kata Kapler Marpaung.
Jadi bukan membeli asuransi kecelakaan diri dengan nilai uang pertanggungan Rp20 juta. Karena nanti plafon biaya perawatan yang dapat di-klaim, kemungkinan hanya Rp2 juta saja. Ingat bahwa kemungkinan plafon penggantian biaya perawatan akibat kecelakaan hanya sekitar 10 persen dari nilai uang pertanggungan.
Nah, kembali lagi, kuncinya adalah calon nasabah mesti menanyakan secara detail mengenai hal-hal seperti ini. Jangan sampai dia berekspektasi bahwa jika memiliki uang pertanggungan asuransi kecelakaan diri misalnya Rp100 juta, maka jika dia mengalami kecelakaan akan dapat mengajukan klaim hingga mencapi Rp100 juta. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News