Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur PT Asuransi Asei Indonesia Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan, dengan adanya pengaturan bisnis dalam POJK tersebut maka pencatatan keuangan termasuk pencadangan teknis yang sebelumnya juga tidak seragam akan menjadi concern bagi penerbit polis asuransi kredit.
|Baca: Asuransi dan Reasuransi Diminta Mitigasi Risiko Stabilitas Keuangan Akibat Dampak Iklim
Hal ini karena OJK mempersyaratkan unit tersendiri yang menangani linis bisnis tersebut. “Tentunya tujuannya adalah linis usaha askred (asuransi kredit) ini akan memberikan hasil yang baik dan juga memberikan perlindungan yang optimal juga ke konsumen,” terang pria yang kerap disapa Doddy tersebut kepada Media Asuransi, Jumat, 29 Desember 2023.
Proses bisnis asuransi kredit
Kemudian, manfaat lain yang dirasakan lini usaha asuransi kredit adalah kejelasan pengertian dan proses bisnis asuransi kredit yang selama ini banyak diistilahkan di beberapa penyebutan seperti Asuransi Jiwa Kredit (AJK), Asuransi Kecelakaan Diri (PA) Plus, Asuransi Kredit Pembiayaan, dan lain-lain dengan ketidakseragaman coverage dan liability bagi penanggung.
Hal tersebut, menurut Dody, menimbulkan terjadinya perbedaan persyaratan pertanggungan reasuransi juga dari pihak reasuradur, di mana pada saat POJK terbaru belum dirilis, kondisi produk asuransi kredit menjadi kesulitan bagi reasuradur dalam mendapatkan dukungan retrosesi.
|Baca: IHSG Berpotensi Melemah di Hari Terakhir Perdagangan 2023
Di sisi lain, Dody menilai, POJK Asuransi Kredit ini juga akan menjadi landasan hukum dalam kerja sama pihak perusahaan asuransi dengan pihak perbankan dengan posisi tawar yang seimbang, sehingga analisis risiko dapat dilakukan bersama baik oleh asuradur maupun bank.
Sebelumnya asuradur tidak memiliki akses informasi terhadap kondisi kredit, dikarenakan perjanjian kredit antara bank dengan debitur merupakan extra contractual bagi polis asuransi kredit, yang sebenarnya itu merupakan underlying contract bagi penerbitan polis asuransi kredit.
“Dengan POJK askred ini maka manajemen risiko pemberian kredit akan ditunjukkan juga dalam proses akseptasi dan kondisi polis, untuk mendapatkan hasil underwriting yang baik,” jelas Dody.
Dari sisi regulator, adanya POJK Asuransi Kredit ini dinilai dapat membantu OJK dalam me-monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan bisnis asuransi kredit tersebut mengenai kepatuhan terhadap persyaratan dan peraturan lini bisnis asuransi kredit yang sudah ditetapkan.
“Karena bisnis askred ini periodenya lebih dari setahun maka regulator dapat memberikan peringatan dini jika ada gejala atau indikasi masalah di penerbit polis askred sebelum skala masalahnya membesar dan berpotensi merugikan,” ujar Dody.
Untuk ke depan, menurut Dody, kerja sama antara pihak asuransi dengan perbankan baiknya mulai didasarkan kepada mutual benefit, di mana kolaborasi produk akan menjadi kekuatan besar baik bagi asuradur maupun bank untuk meningkatkan kepercayaan nasabah kepada produk bank maupun produk asuransi.
“Karena selain asuransi kredit, kolaborasi produk asuransi juga dapat dilakukan dengan produk simpanan bank, aset bank, maupun kepentingan bank lainnya,” pungkas Dody.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News