Media Asuransi, JAKARTA – Banyaknya siswa yang keracunan makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyita banyak perhatian publik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun kembali menyuarakan peran industri asuransi di salah satu program strategis Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto itu.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menilai asuransi pada program MBG dapat membuka peluang besar sekaligus menghadirkan sejumlah tantangan yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
|Baca juga: 2 Jurus OJK untuk Tekan Outflow dan Tarik Kembali Investor Asing ke RI
|Baca juga: Gojek Perluas Program Beasiswa, Buka Akses Kuliah S1 bagi Anak Mitra Driver
“Kami melihat inisiatif ini sebagai peluang sekaligus tantangan,” ujar Budi, kepada Media Asuransi, dikutip Senin, 13 Oktober 2025.
Dari sisi peluang, Budi menjelaskan, partisipasi asuransi dapat mendukung keberlanjutan program pemerintah dengan memberikan perlindungan finansial terhadap risiko tertentu. Namun, ada tantangan yang perlu dicermati.
“Seperti mekanisme premi, penentuan siapa yang menjadi penanggung premi apakah pemerintah, peserta, atau skema campuran, serta bagaimana tata kelola klaim akan dijalankan secara transparan dan efisien,” ungkap Budi.
Dari perspektif industri, tambahnya, potensi preminya cukup signifikan mengingat cakupan program MBG yang masif. Budi menambahkan akan tetapi penting untuk memastikan perhitungan aktuaria dilakukan dengan tepat agar keberlangsungan program tidak membebani perusahaan asuransi maupun pemerintah.
|Baca juga: Bos OJK Sebut 109 Perusahaan Asuransi Sudah Penuhi Ketentuan Ekuitas Minimum
|Baca juga: Dukung Arahan Airlangga, Bank Permata (BNLI) Siap Genjot Penyaluran KUR Perumahan!
Dari sisi klaim, masih kata Budi, mekanisme yang jelas dan sederhana akan sangat menentukan efektivitas pelaksanaan di lapangan. Secara keseluruhan, Budi menilai, keterlibatan asuransi di program MBG adalah agenda strategis yang dapat membawa dampak besar bagi industri.
“Asosiasi tentu mendukung sepanjang hal tersebut diatur dengan prinsip tata kelola yang baik, perhitungan risiko yang tepat, dan koordinasi yang solid antara regulator, pelaku industri, dan pemerintah,” tutup Budi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News