1
1

Bos Insurtech Australia Sebut Asuransi Parametrik Jadi Kunci Mitigasi Risiko Iklim di Indonesia

Chief Executive Officer (CEO) Insurtech Australia Simone Dossetor (layar) dalam acara Mandiri Bulan Fintech Nasional (BFN) Fest 2025. | Foto: Media Asuransi/Sarah Dwi Cahyani

Media Asuransi, JAKARTA – Chief Executive Officer (CEO) Insurtech Australia Simone Dossetor menilai penguatan fondasi data serta pemahaman menyeluruh terhadap produk asuransi parametrik menjadi kunci bagi Indonesia dalam meningkatkan produktivitas dan memperkuat mitigasi risiko iklim.

“Jadi fondasinya adalah data dan kemampuan untuk menerapkan transparansi seputar dari mana data tersebut berasal, bagaimana data tersebut akan digunakan dalam model perumahan, dan bagaimana data tersebut digunakan pada saat klaim,” sebut Simone, dalam acara Mandiri Bulan Fintech Nasional (BFN) Fest 2025, di Jakarta, Kamis, 11 Desember 2025.

Simone menjelaskan beragam jenis data mulai dari data geospasial, data fisik dari perangkat, hingga data yang dihasilkan teknologi baru memiliki potensi besar dalam mendukung analisis risiko iklim. Namun, ia menekankan, teknologi yang digunakan harus kuat dan dapat dipercaya.

Di sisi lain, Simone menggarisbawahi pentingnya pemahaman masyarakat dan industri terhadap asuransi parametrik. Menurutnya jenis asuransi ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan produk ganti rugi konvensional, tetapi sebagai pelengkap untuk menutup celah perlindungan.

|Baca juga: OJK Sebut Teknologi Digital Jadi Fondasi Penguatan Risiko Industri Asuransi RI

“Ini akan cocok, tidak akan menggantikan produk ganti rugi, namun akan mampu menyesuaikan dan memberikan potensi kesenjangan dalam cakupan,” ujarnya.

Ia menambahkan asuransi parametrik memungkinkan perputaran manfaat yang lebih cepat dalam kondisi tertentu, meskipun tidak dirancang untuk menutupi kerugian secara keseluruhan. Simone menekankan keberhasilan implementasi mitigasi risiko melalui data dan asuransi parametrik membutuhkan kolaborasi menyeluruh dalam ekosistem industri.

“Jadi broker perlu paham, harus bisa memberi saran produk mana yang sesuai untuk pelanggannya, apakah itu petani atau usaha kecil atau konsumen akhir,” kata Simone.

“Indonesia memerlukan platform teknologi untuk dapat memberikan pemodelan risiko, dan melakukan alur kerja di sekitarnya, serta penyedia data, penjamin emisi, perusahaan reasuransi, dan pada akhirnya pelanggan,” tambahnya.

Lebih jauh, ia menegaskan, kemampuan Indonesia dalam memanfaatkan data dan teknologi asuransi canggih akan berkontribusi langsung terhadap peningkatan produktivitas sektor-sektor yang terdampak serta memperkuat ketahanan negara menghadapi risiko iklim di masa depan.

“Menurut saya ini adalah penggunaan yang paling relevan. Kemudian seiring dengan meningkatnya pemahaman maka hal tersebut dapat diterapkan ke contoh-contoh yang berbeda,” tutup Simone.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Chubb Indonesia dan Bank DBS Indonesia Hadirkan Smart Travel Shield yang Ditingkatkan
Next Post Banjir Sumatra Berpotensi Picu Klaim Asuransi Hampir Rp1 Triliun, OJK Ungkap Rinciannya!

Member Login

or