Media Asuransi, JAKARTA – Chief Executive Officer (CEO) & President Director MSIG Life Wianto Chen menegaskan tantangan aging society di Indonesia harus direspons sejak dini oleh industri asuransi. Aging society adalah kondisi demografis di mana proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dalam suatu populasi meningkat, sementara proporsi penduduk usia muda menurun.
Wianto berharap pemerintahan saat ini dapat merespons kondisi itu dengan baik. Pasalnya kebijakan pro-growth yang dicanangkan memberikan dampak penting bagi industri termasuk di industri asuransi. Untuk menangani aging society, pemerintah hingga swasta harus memahami perannya masing-masing.
|Baca juga: Bukan Cuma Bertahan, Ini Jurus Pamungkas OJK Dongkrak Industri Asuransi RI!
|Baca juga: Ketua DAI: Klaim Tinggi Bukan Ancaman tapi Peluang untuk Industri Asuransi
“Menurut saya pertama memang semua atau industri harus mulai sekarang dan lebih awal (merespons aging society). Tidak bisa menunggu, karena kalau telat leveraging-nya tidak akan dapat,” sebut Wianto, Kamis, 17 Juli 2025.
Selain memahami peran masing-masing, langkah berikutnya ialah dari sisi regulasi. Diperlukan regulasi terkait infrastruktur, perawatan jangka panjang, hingga bagaimana menekan inflasi saat ini. Sehingga nantinya repricing bisa lebih relevan, efektif, dan adil.
“Kita sendiri melihat ini adalah peluang pasar baru, walaupun tadi risiko ada, tergantung dengan PDB per kapita dan sisi pendapatan. Tapi kita melihat juga ada perubahan struktural di demografi itu,” kata Wianto.
|Baca juga: Berikut Peraih Market Leaders Asuransi Syariah 2025
|Baca juga: Industri Asuransi RI Disebut Lemah, Proyek-proyek Besar Akhirnya ‘Terbang’ ke Luar Negeri
Wianto menyoroti asuransi kini bukan hanya berfungsi sebagai perlindungan dari risiko kesehatan dan kematian, tetapi juga sebagai instrumen saving dan akumulasi dana pensiun. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk memulai perlindungan sejak usia muda menjadi kunci.
Melihat tren shifting aging society, MSIG Life melakukan sejumlah langkah antisipatif termasuk pengembangan produk perlindungan jangka panjang hingga dari usia 75 sampai 100 tahun. Di negara seperti Singapura dan Jepang, produk asuransi justru sudah dikembangkan dengan cakupan hingga 120 tahun, sebagai proyeksi atas semakin panjang harapan hidup manusia.
Dirinya menekankan edukasi masyarakat tentang pentingnya perlindungan dan perencanaan dana jangka panjang menjadi aspek krusial yang harus terus dilakukan. Selain itu, Wianto menyoroti, Indonesia saat ini masih memerlukan regulasi yang lebih spesifik dan cepat, terkait penyediaan fasilitas kesehatan dan infrastruktur long term care.
|Baca juga: Inilah 21 Penyakit Tak Dijamin BPJS Kesehatan
|Baca juga: Bos Danantara Sebut BRI (BBRI) Berperan Penting dalam Kehidupan Masyarakat
“Karena kalau kita mau menyediakan long term care, kita harus punya kolaborasi dengan rumah sakit maupun long term care facility dan itu harus clear. Kalau enggak ya enggak ada produk, enggak ada pricing, tidak ada penawaran,” tutup Wianto.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News