Media Asuransi, JAKARTA – Chief Health Officer Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) Yosie William Iroth mengungkapkan masih ada berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan dan memanfaatkan asuransi kesehatan.
Menurutnya banyak pasien masih diliputi kecemasan, terutama terkait biaya dan proses administrasi yang rumit. “Perjalanan perawatan kesehatan bagi banyak orang dipenuhi tentu dengan kecemasan, dan sering kali kecemasan berdasarkan dari dua faktor atau dua kekhawatiran utama,” ujar Yosie, Selasa, 9 Desember 2025.
“Yang pertama khawatirkan biaya. Yang kedua, kekhawatiran dalam kerumitan proses,” tambah Yosie dalam Outlook Industri Healthcare di Indonesia 2026 bertajuk ‘Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan Indonesia’, yang digelar secara virtual.
Berdasarkan survei Voice of Patients 2025, Yosie menjelaskan, Prudential menemukan sebanyak 20 persen responden menilai cakupan dan informasi manfaat yang tidak jelas menjadi hambatan utama dalam mengakses layanan kesehatan.
“Ketakutan bukan hanya tentang sakit, tetapi tentang menavigasi labirin dokumen, labirin proses, memahami jargon polis, dan menghadapi biaya yang mungkin tidak terduga atau bahkan biaya-biaya yang kadang kala tersembunyi dan tidak diketahui oleh nasabah itu sendiri. Ini menjadi fokus,” tegas Yosie.
|Baca juga: Perbanas Rekomendasikan 4 Langkah Strategis untuk Perkuat Sektor Padat Karya dan UMKM
|Baca juga: Prediksi IHSG dan 4 Saham Berpeluang Cuan Hari Ini
|Baca juga: Manulife Dynamic Wealth Assurance Resmi Meluncur untuk Bantu Nasabah Hadapi Masa Depan
Survei yang sama juga mengungkapkan sebanyak 17 persen responden mengeluhkan birokrasi yang menantang dan membingungkan. Yosie menyebut persoalan ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara Asia Tenggara.
Ia mencontohkan Singapura, yang meski memiliki sistem pembiayaan kesehatan canggih seperti MediShield Life, namun tetap menghadapi isu kenaikan premi untuk perlindungan swasta Shield Plus.
“Meskipun mereka (Singapura) memiliki sistem pembiayaan kesehatan yang canggih dengan MediShield Life, tetapi kenaikan premi untuk Shield Plus perlindungan dari swastanya, ini menjadi topik panas,” ucapnya.
“Baru dua minggu lalu menjadi pembicaraan yang panas di Singapura. Mereka menyoroti bahwa di pasar yang demikian maju pun, eskalasi biaya tetap menjadi tantangan kritis. Akhirnya membebani pasien atau membebani masyarakat,” tambah Yosie.
Malaysia pun menghadapi tantangan serupa. Sepanjang 2024, negara tersebut masih bergulat dengan inflasi medis yang meningkat. “Intinya jelas. Ketika biaya tidak dapat kita prediksi, tidak bisa kita kendalikan, dan struktur pembayaran itu rumit, akses terhadap perawatan yang diperlukan itu akan semakin terganggu bagi pasien atau nasabah kita,” ujarnya.
Survei tersebut juga menunjukkan sebanyak 15 persen responden terpaksa membayar biaya kesehatan secara langsung, sementara 12 persen lainnya harus mengambil pinjaman untuk menutup biaya ketika sakit. Lebih lanjut, Yosie menegaskan, pentingnya mencegah masyarakat terjerumus dalam fenomena Sakit Sedikit Miskin (Sadikin).
“Jadi ini harus kita hindari, jangan sampai ada istilahnya sadikin. Sakit dikit, miskin. Jadi pembayaran yang terfragmentasi ini, kalau dikombinasikan dengan kenaikan biaya yang cukup besar, menyebabkan peningkatan kerentanan finansial,” tutup Yosie.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
