Media Asuransi, JAKARTA – Memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19, sektor keuangan mengalami peningkatan exposure pada risiko kredit, baik pasar, operasional, hingga strategis. Oleh karena itu, seluruh pelaku di sektor jasa keuangan memerlukan keahlian untuk dapat mengelola risiko dengan baik.
Memahami hal tersebut, Tim Percepatan Penguatan Badan Usaha Milik Negara Klaster Asuransi dan Dana Pensiun, Subtim Pengembangan Bisnis Workstream Governance, Risk Management and Compliance (GRC) berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Center for Risk Management & Sustainability Indonesia (CRMS) mengadakan “Workshop Manajemen Risiko Klaster BUMN Asuransi dan Dana Pensiun”.
Baca juga: GoTo IPO, Ini Cara Manajemen Lindungi Investor Biar Tidak Rugi
Ketua Subtim Pengembangan Bisnis Project Management Office BUMN Klaster Asuransi dan Dana Pensiun, Pantro Pander Silitonga, menekankan pentingnya memperkuat pengelolaan risiko di level Enterprise (Enterprise Risk Management) yang didukung dengan talenta dan kapabilitas manajemen risiko yang berstandar internasional, selain juga perlu adanya standarisasi pengelolaan risiko yang sesuai dengan best practice.
Enterprise Risk Management (ERM) sendiri merupakan proses atau metodologi yang digunakan untuk mengelola risiko perusahaaan secara enterprise. Metodologi ini berguna untuk memastikan perusahaan dijalankan pada tingkat risiko yang terukur dan dapat diterima untuk mendukung pengembangan perusahaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Wakil Direktur Utama Indonesia Financial Group, Hexana Tri Sasongko, mengungkapkan bahwa proses manajemen risiko harus dimplementasikan tidak sekedar didokumentasikan. Langkah-langkah menerapkan ERM secara efektif adalah dengan mengidentifikasi, menentukan model, dan analisa risiko, mengevaluasi pengukuran risiko, mengelola mitigasi dan monitoring, serta mengevaluasi kecukupan, dan kelayakan SDM.”
Baca juga: Dividend Payout Ratio Steel Pipe (ISSP) Tahun Ini Diperkirakan 30%
Melalui pemaparannya, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B, Otoritas Jasa Keuangan, Bambang W Budiawan, menyampaikan bahwa adapun manfaat dari penerapan manajemen risiko terintegrasi adalah membangun proses dan sistem yang efektif dalam rangka mengelola dan memantau exposure transaksi intra-grup secara group wide, meningkatkan kemampuan konglomerasi keuangan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan faktor-faktor risiko material, memastikan konglomerasi keuangan memiliki proses dan prosedur secara group wide, serta meningkatkan shareholder value.
OJK mencatat total aset yang dimiliki oleh Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) pada Desember 2021 adalah Rp2.839,79 triliun, meningkat sebesar 1,56% persen dari bulan sebelumnya dan 7,26% dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama.
Sejalan dengan hal tersebut, Asisten Deputi Manajemen Risiko dan Kepatuhan, Dwi Ary Purnomo, menyatakan bahwa manajemen risiko merupakan bagian penting yang harus memiliki tata kelola yang baik, mengingat target dan harapan pemegang saham ataupun pemerintah terhadap BUMN semakin tinggi.
Penguatan dewan komisaris, direksi, serta dewan penunjang merupakan bagian yang tidak lepas dari tata kelola itu sendiri sehingga kita perlu bahu-membahu untuk menguatkan manajemen risiko baik di level BUMN, konglomerasi keuangan, maupun Kementerian BUMN.
PMO Klaster Asuransi dan Dana Pensiun, Subtim Pengembangan Bisnis Subtim Pengembangan Bisnis Workstream Governance, Risk Management and Compliance (GRC) sendiri merupakan bagian dari Tim Percepatan Penguatan Badan Usaha Milik Negara.
Terdapat sepuluh perusahaan yang merupakan anggota PMO ini, diantaranya PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero), PT Asuransi Jasa Indonesia, PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja, PT Asuransi Kredit Indonesia, PT Jaminan Kredit Indonesia, PT Asuransi Jiwa IFG, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), PT Asabri (Persero), PT Taspen (Persero), PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero). Aha
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News