Media Asuransi, JAKARTA – Pengamat Asuransi Bahder Munir Sjamsoeddin menilai industri asuransi di Tanah Air perlu melakukan konsolidasi guna memperbesar struktur permodalan. Dalam kaitan itu, harus ada dukungan terkait terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 23 Tahun 2023 yang mengatur tentang ekuitas atau modal minimum.
Namun sayangnya, POJK 23/2023 itu masih menjadi perdebatan hangat. Pasalnya, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memperkirakan ada 12 perusahaan asuransi yang tidak bisa memenuhi ekuitas minimum Rp250 miliar pada 31 Desember 2026 sebagaimana yang diminta oleh regulator jasa keuangan.
Pada POJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, dalam beleidnya mengatur tentang ekuitas atau modal minimum perusahaan asuransi dan reasuransi yang bakal naik secara bertahap.
|Baca: Tersandung Skandal Penipuan Asuransi, FSA Minta Grup Sompo Japan Perbaiki Praktik Operasional
Tahap pertama, setiap perusahaan asuransi wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar, perusahaan asuransi syariah Rp100 miliar, perusahaan reasuransi Rp500 miliar, dan perusahaan reasuransi syariah Rp200 miliar. Ekuitas minimum ini harus dipenuhi setiap entitas paling lambat 31 Desember 2026.
Tahap kedua, regulator memberlakukan klasterisasi atau pengelompokan perusahaan perasuransian berdasarkan ekuitasnya. Ini diberlakukan paling lambat pada 31 Desember 2028. Pengelompokkan perusahaan perasuransian terbagi menjadi dua, pertama Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1 dan KPPE 2.
“Sejak saya jadi Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) kira-kira 30 tahun lalu saya sudah mengungkapkan perlunya industri asuransi nasional melakukan konsolidasi. Jumlah perusahaan terlalu banyak. Terjadi cost inefficiency, over supply, dan berujung pada persaingan yang kurang sehat,” tegas Bahder, kepada Media Asuransi, dikutip Rabu, 31 Januari 2024.
|Baca: 10 Kasus Penipuan Klaim Asuransi Terbesar Sepanjang Sejarah, Wajib Baca!
Menurutnya jika perusahaan asuransi menginginkan menjadi risk underwriter sejati dan broker maksimal dalam merancang kontrak pertanggungan bagi semua pihak yang saling menguntungkan maka dibutuhkan dukungan modal kuat. Penguatan modal sangat penting guna menaikkan daya saing perusahaan di tengah sengitnya persaingan dan di era ketidakpastian.
“Kalau perusahaan asuransi ingin jadi risk underwriter yang sejati, kalau perusahaan broker bersemangat menjadi perantara yang mampu merancang kontrak pertanggungan yang menguntungkan semua pihak dan bertanggung jawab, sebaiknya setiap perusahaan didukung oleh modal yang lebih dari cukup,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News