1
1

Mengenal Lebih Dalam Istilah Inflasi dan Deflasi

Ilustrasi neraca perdagangan. | Foto: freepick

Media Asuransi, JAKARTA – Setiap awal bulan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai inflasi yang terjadi pada bulan sebelumnya. Pada tanggal 1 Juli 2025, BPS menyampaikan bahwa inflasi bulanan di Juni 2025 sebesar sebesar 0,19 persen month to month (mtm), sehingga secara tahunan inflasi tercatat sebesar 1,87 persen year on year (yoy).

Nah, biasanya dalam laporan inflasi bulanan seperti ini, BPS juga menyampaikan terjadi deflasi di beberapa wilayah. Jadi, dalam waktu bersamaan kita mendapat paparan informasi tentang deflasi dan inflasi.

Untuk mengenal lebih dalam istilah inflasi dan deflasi, simak penjelasan berikut ini yang dikutip dari laman Bank Indonesia, Sabtu, 5 Juli 2025.

 

Pengertian

Inflasi adalah kondisi ketika harga-harga barang dan jasa secara umum naik dari waktu ke waktu. Artinya, uang yang kita pegang nilainya menurun, atau dengan jumlah uang yang sama, kita bisa membeli lebih sedikit barang.

|Baca juga: Yuk Mengenal Istilah APBN dan Fungsinya

Bayangkan, Anda pergi ke toko kelontong dan menyadari bahwa sekantong beras yang tahun lalu seharga Rp16.500 per liter sekarang menjadi Rp18.500 per liter. Hal ini berarti nilai uang menurun, yang berarti Anda membutuhkan lebih banyak uang untuk membeli barang yang sama.

Deflasi, di sisi lain, adalah kondisi ketika harga-harga barang dan jasa justru turun secara terus-menerus dalam suatu periode waktu. Menggunakan contoh toko kelontong yang sama, minggu ini harga beras Rp18.500 per liter. Tapi minggu depan turun jadi Rp16.500 per liter, lalu turun lagi jadi Rp15.000 per liter di minggu berikutnya.

Karena tahu harga terus menurun, Anda jadi menunda belanja, dan berharap minggu depan lebih murah lagi. Tetapi apa dampaknya? Penjual kehilangan pendapatan karena pembeli menunda belanja, stok menumpuk karena barang tidak laku, supplier mengurangi produksi, bahkan bisa terjadi PHK, dan akhirnya, ekonomi melambat karena uang tidak berputar.

Jadi, meskipun harga murah terlihat menyenangkan, deflasi yang tidak terkendali dan berkelanjutan dapat melemahkan usaha kecil seperti toko kelontong, dan memperlambat ekonomi secara keseluruhan.

 

Penyebab

Agar lebih mudah memahami penyebab naik-turunnya inflasi, para ahli ekonomi memecah inflasi ke dalam beberapa kelompok. Itulah yang disebut disagregasi inflasi. Jadi, disagregasi inflasi adalah cara memecah total inflasi menjadi kelompok-kelompok jenis barang atau jasa agar kita tahu “Harga apa sih yang membuat inflasi naik?” atau “Mengapa harga tiba-tiba melonjak?”

|Baca juga:Mengenal Istilah KRIS, Pengganti Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan

Untuk memahami lebih dalam, mari kita cek perbedaannya.

Inflasi Inti (Core Inflation)

Inflasi inti adalah komponen inflasi yang paling stabil dan mencerminkan dinamika ekonomi jangka menengah. Angka ini dihitung dengan mengecualikan komponen volatile seperti makanan dan energi, serta harga yang diatur pemerintah.

Mengapa demikian? Karena harga makanan dan energi seringkali dipengaruhi oleh faktor musiman atau guncangan pasokan yang sifatnya sementara, adapun harga yang diatur pemerintah tidak sepenuhnya mencerminkan mekanisme pasar. Inflasi inti memberikan gambaran yang lebih jelas tentang tren inflasi yang mendasari dan tekanan permintaan dalam perekonomian.

Contohnya: biaya kontrakan rumah, biaya pendidikan, harga pakaian, layanan salon atau potong rambut, dan sebagainya.

Berdasarkan Harga Makanan yang Bergejolak (Volatile Food)

|Baca juga:Mengenal Beberapa Istilah di Reksa dana

Komponen volatile food merujuk pada kelompok bahan makanan yang harganya sangat mudah berfluktuasi. Kenaikan atau penurunan harga pada kelompok ini seringkali disebabkan oleh faktor-faktor seperti kondisi cuaca, musim panen, gangguan distribusi, atau bahkan serangan hama.

Karena sifatnya yang tidak stabil, perubahan harga pada volatile food dapat memberikan dampak signifikan pada inflasi dalam jangka pendek, namun seringkali tidak mencerminkan kondisi ekonomi secara keseluruhan.

Contohnya : Cabai,  Bawang merah, Ikan laut, Beras, dsb

 

Harga yang Ditetapkan Pemerintah (Administered Prices)

Administered prices adalah harga barang dan jasa yang penetapannya diatur atau ditentukan oleh pemerintah, bukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar. Contohnya termasuk tarif listrik, harga bahan bakal minyak (BBM) bersubsidi, tarif angkutan umum, atau harga air.

|Baca juga: Mengenal Apa Itu Hustle Culture dan Toxic Productivity

Perubahan pada administered prices biasanya dilakukan untuk tujuan kebijakan tertentu, seperti menjaga stabilitas fiskal, mengendalikan konsumsi, atau memastikan ketersediaan pasokan. Meskipun tidak murni berdasarkan permintaan dan penawaran pasar, perubahan pada harga-harga ini tetap memiliki dampak langsung pada tingkat inflasi umum.

 

​Dam​pak Inflasi

Inflasi dapat memiliki berbagai efek pada ekonomi, dan dampaknya bisa positif maupun negatif tergantung pada tingkat dan konteks inflasi. Berikut adalah beberapa dampak utamanya:

Erosi Daya Beli

Salah satu efek langsung dari inflasi adalah erosi daya beli. Ini berarti bahwa ketika harga naik, jumlah uang yang sama akan membeli lebih sedikit barang maupun jasa. Misalnya, jika inflasi adalah tiga persen per tahun, sesuatu yang harganya Rp100.000 hari ini akan menjadi Rp103.000 tahun depan.

Seiring waktu, ini dapat secara signifikan mengurangi nilai tabungan jika bunga yang diperoleh dari tabungan tidak mengikuti laju inflasi.

Penyesuaian Upah

Sebagai respons terhadap kenaikan harga, karyawan sering menuntut upah yang lebih tinggi. Meskipun ini dapat membantu mempertahankan daya beli mereka, ini juga dapat menyebabkan efek spiral upah-harga, karena upah yang lebih tinggi menyebabkan biaya yang lebih tinggi bagi bisnis, yang pada gilirannya menaikkan harga lebih lanjut.

Menghambat Investasi Produktif

Inflasi yang tinggi dan tidak dapat diprediksi dapat menciptakan ketidakpastian, membuat bisnis lebih sulit untuk merencanakan masa depan. Ketidakpastian ini dapat mengurangi investasi dalam proyek baru dan ekspansi, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi.

 

Dampak Deflasi

Meskipun deflasi mungkin terdengar menguntungkan karena berarti harga lebih rendah, deflasi dapat memiliki beberapa efek buruk pada ekonomi

Penundaan Konsumsi dan Investasi

Ketika harga turun, konsumen dan bisnis mungkin menunda pengeluaran dan investasi, mengharapkan harga turun lebih lanjut. Ini dapat menyebabkan permintaan yang lebih rendah, produksi yang berkurang, dan pengangguran yang lebih tinggi, menciptakan siklus yang sulit diatasi.

|Baca juga:4 Formula Cerdas Manfaatkan Waktu Gabut di Jam Kerja Demi Lebih Produktif

Kekakuan Upah

Deflasi juga dapat menyebabkan kekakuan upah, karena upah tidak turun secepat harga. Ini dapat meningkatkan pengangguran, karena bisnis mengurangi pekerjaan untuk mengurangi biaya ketika mereka tidak dapat menurunkan upah.

Stagnasi Ekonomi

Deflasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan stagnasi ekonomi. Jepang mengalami ini pada tahun 1990-an, periode yang sering disebut sebagai ‘Dekade yang Hilang’, yakni deflasi yang terus-menerus menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang lambat dan pengangguran yang tinggi.

 

Setelah kita memahami lebih dalam tentang inflasi dan deflasi, kini kita dapat melihat bahwa keduanya ibarat dua sisi mata uang dalam perekonomian. Inflasi dengan kenaikan harga-harga, bisa menjadi tanda pertumbuhan ekonomi yang sehat, namun jika terlalu tinggi ia akan menggerus daya beli kita. Sebaliknya, deflasi dengan penurunan harga mungkin terdengar menarik, tetapi jika berlebihan ia justru bisa menghambat roda perekonomian.

Menjaga inflasi dan deflasi agar tetap seimbang adalah kunci bagi kesehatan ekonomi. Keseimbangan ini memastikan bahwa harga-harga bergerak secara moderat, tidak terlalu cepat naik maupun terlalu cepat turun, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif bagi konsumsi, investasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan demikian, stabilitas harga menjadi pondasi penting untuk kesejahteraan kita semua.

Editor: S. Edi Santosa

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post JAECOO J7 Series, Siap Membawa Petualangan Baru
Next Post Ini Alasan Investor Ritel Wajib Memahami Dinamika Ekonomi Global

Member Login

or