Media Asuransi, JAKARTA – Rencana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk mengonsolidasikan 16 perusahaan asuransi milik negara menjadi tiga entitas besar dinilai sebagai langkah strategis yang dapat mendorong efisiensi industri.
Namun, di balik potensi tersebut, muncul kekhawatiran dari kalangan pengamat mengenai risiko pelaksanaan yang tidak matang dan minim evaluasi mendalam.
|Baca juga: Merger 3 Reasuransi BUMN Dinilai Bisa Tekan Defisit Neraca Jasa Asuransi ke Luar Negeri
|Baca juga: Hard Work Vs Smart Work, Mana Lebih Penting?
Pengamat Asuransi Arman Jufry menyampaikan rencana konsolidasi ini memang berpotensi memperkuat fondasi keuangan dan manajerial perusahaan asuransi BUMN. Namun, ia menekankan, keberhasilan tidak cukup hanya dengan menyatukan entitas, melainkan harus disertai perencanaan yang komprehensif dan kehati-hatian dalam eksekusinya.
“Bagi saya, rencana konsolidasi perusahaan asuransi BUMN oleh Daya Anagata Nusantara (Danantara) adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan tentunya profitabilitas serta manajemen yang efektif,” kata Arman, kepada Media Asuransi dikutip Senin, 7 Juli 2025.
Lebih lanjut, ia mengingatkan, proses penggabungan ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa, apalagi jika hanya sebatas eksperimen kebijakan. Menurutnya, pengelolaan dana masyarakat dalam bisnis asuransi menuntut rasa aman dan kepercayaan penuh dari publik, sehingga setiap langkah harus berbasis kajian risiko yang matang dan tata kelola yang transparan.
“Soal penggabungan 16 perusahaan menjadi tiga entitas adalah kajian yang memadai dalam arti kata jangan sampai terjadi trial and error. Sebab bisnis asuransi adalah money management, pengelolaan dana masyarakat. Sehingga unsur rasa aman harus diutamakan tentunya dengan menciptakan kajian risk management dan kaidah tata kelola usaha,” jelasnya.
|Baca juga: Mengenal dan Sinyal Terkena Mid Career Crisis, Sudah Tahu?
|Baca juga: Rahasia di Balik Law of Attraction (LoA) untuk Menarik Kesuksesan
Selain aspek perencanaan, Arman juga menyoroti persoalan sumber daya manusia sebagai tantangan krusial dalam proses konsolidasi ini. Menurutnya modal besar tidak akan berarti apa-apa jika tidak dibarengi dengan penguatan kompetensi dan kepemimpinan yang memahami kompleksitas industri asuransi.
“Saya kira tantangan paling besar adalah tenaga kerja yang mumpuni. Meski modal besar namun tidak diimbangi dengan penguasaan tata kelola dan keahlian, akhirnya akan berkutat pada cari aman. Padahal bisnis asuransi penuh dengan persaingan, bukan hanya dalam negeri tapi dengan asuransi luar negeri,” ujar Arman.
Ia mengingatkan agar rencana ini tidak sekadar menjadi restrukturisasi administratif, tetapi betul-betul menyasar akar masalah dalam industri asuransi BUMN yang selama ini kerap tersandung persoalan tata kelola dan kurangnya kapabilitas SDM.
Dengan demikian, Arman menilai perlu adanya keterlibatan aktif dari regulator, ahli industri, serta penerapan prinsip kehati-hatian secara ketat agar agenda besar ini tidak berujung pada kegagalan yang merugikan negara maupun pemegang polis.
|Baca juga: 5 Hal yang Wajib Diperhatikan saat Memilih Pinjaman Daring Terpercaya
|Baca juga: Jangan Sampai Tertipu, Begini Cara Cerdas Berinvestasi di Era Digital!
Sebagai informasi, sebelumnya Danantara berencana untuk melakukan konsolidasi besar-besaran terhadap perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk di sektor asuransi.
Chief Operating Officer (COO) Danantara Indonesia Dony Oskaria mengatakan dari sektor asuransi terdapat sekitar 16 perusahaan BUMN yang dinilai tidak cukup kompetitif. “Jasa Raharja punya asuransi juga, kemudian Pertamina punya Tugu Insurance, BRI punya asuransi, BNI punya asuransi. Tapi tidak cukup ukurannya, tidak kompetitif,” pungkas Dony.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News