1
1

Hukum Asuransi Menurut Para Ulama

Media Asuransi, JAKARTA – Di agama Islam, setiap muamalah memiliki hukum yang bersumber dari pendapat para ulama karena terkadang praktik muamalah saat ini memerlukan penafsiran dari para ulama karena tidak secara jelas diatur dalam Alquran dan Hadist.

Mengutip Buletin2 Mingguan Januari 2022 Edisi 13 Volume 1 yang diterbitkan oleh Takaful Institute, secara umum, pandangan para ulama muslim terhadap asuransi dapat dibagi ke dalam 3  kelompok.

Pertama, menolak berbagai praktik asuransi karena mengandung unsur maysir, gharar, dan riba, yang dilarang dalam syariah. Ulama yang mendukung pendapat ini di antaranya Syaikh Ahmad bin Yahya Al- Murtadha, Mustafa Zaid, Abdullah Al-Qalqili, Jalal Musthafa al-Sayyad, dan Syaikh Muhammad Yusuf Al-Qaradhawi.

Fatwa Syaikh Ahmad bin Yahya Al-Murtadha (w.840 H) dalam kitabnya yang berjudul “Al- Bahruz Zakhar” menyatakan bahwa penjaminan terhadap sesuatu dari kecurian atau ketenggelaman adalah bathil. Menurut para ulama, fatwa ini merupakan fatwa pertama yang dikeluarkan seorang ulama berkenaan dengan hukum asuransi.

Al-Qaradhawi sendiri dalam bukunya yang berjudul “Al-Halal Wal Haram Fil Islam” mengatakan bahwa asuransi konvensional dalam praktik sekarang bertentangan dengan hukum Islam. Ia mencontohkan dalam asuransi kecelakaan yaitu seorang anggota membayar sejumlah uang (premi) setiap tahun. Apabila ia lolos dari kecelakaan, uang jaminannya akan hangus atau hilang. Adapun si pemilik perusahaan akan menguasai sejumlah uang tersebut dan sedikit pun ia tidak mengembalikan kepada anggota asuransi tersebut.

|Baca juga: Mendalami Hukum Perjanjian Dan Hukum Waris Di Asuransi Jiwa

Kedua, menerima praktik asuransi umum namun keberatan terhadap praktik asuransi jiwa karena mengandung unsur maysir (judi), gharar (ketidakpastian), dan bertentangan dengan prinsip mirats (waris), dan washiyah (wasiat).

Pandangan ini disampaikan pada sebuah seminar di Maroko pada tanggal 6 Mei 1972 yang diikuti oleh sejumlah ulama seperti Abdur Rahman Isa, Ahmad Ibrahim, Mohd Musa, Mufti Muhammad Bakhit Al- Muthi’i, Muhammad Abu Zahra, Syeikh Al- Azhar, Syeikh Jad Al-Haq, dan Ali Jad Al-Haq.

Sebelumnya, pada Mahkamah Syar’iyah Kubra Mesir pada tanggal 4 Desember 1906, ulama-ulama yang hadir menetapkan bahwa tuntutan klaim asuransi jiwa merupakan tuntutan yang tidak dibenarkan secara syar’i karena mengandung unsur yang tidak diperbolehkan secara syariah.

Syeikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i yang merupakan Mufti Mesir dalam risalahnya yang berjudul “Ahkam Sukarah” (1906) menyatakan bahwa kontrak asuransi merupakan kontrak yang fasid karena adanya gharar (ketidakjelasan) dan khatr (risiko), serta mengandung makna qimar (perjudian).

Ketiga, membolehkan praktik asuransi dengan syarat terbebas dari riba. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Ibn Abidin, Mohammad Taqi Amini, Syeikh Mahmud Ahmad, Mustafa Ahmad Zarqa, Sayed Mohammad Sadiq Al-Ruhani, Ibrahim Tahawi, Ahmad Taha Al-Sanusi, Muhammad Yusuf Musa, Mohammad Al-Bahi, Ali Al-Khafif, Zahar Shahidi, Mohammad Nejatullah Siddiqi, Mohammad Muslihuddin, MA Mannan, Ali Jamaluddin Awad, dan Ayatullah Khomeni.

Dalam bukunya “Asuransi Syariah (Life and General): Sistem dan Operasional”, Muhammad Syakir Sula mengutip pendapat Ustadz Bahjat Ahmad Hilmi, seorang ulama Mesir, yang juga dikutip oleh KH Ali Yafie bahwa sesungguhnya perbedaan pendapat di kalangan para ahli hukum Islam sekarang mengenai masalah asuransi disebabkan karena mereka tidak memiliki gambaran yang luas atau utuh tentang ta’min atau asuransi itu sendiri menurut yang dimaksudkan oleh para ahli hukum syariah.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Harga Emas Hari Ini Masih Berpotensi Menguat
Next Post Pendapatan RSM Internasional Tumbuh 15,8% Jadi US$7,26 Miliar

Member Login

or