Media Asuransi, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai ada beberapa strategi yang tepat untuk memulihkan industri reasuransi. Strategi yang dimaksudkan yakni efisiensi biaya, perbaikan tata kelola underwriting secara prudent, hingga pembenahan menyeluruh terhadap ekosistem yang selektif.
“Saya sih pikir efisiensi, biaya akuisisi satu itu. Kedua, ya tentu di awal kita harus prudent dalam melakukan proses underwriting. Ketiga, di dalam kita melakukan mitigasi risiko, ini kita harus benar-benar selektif,” ujar Ketua Umum AAUI Budi Herawan, dalam Insurance Forum, di Jakarta, dikutip Senin, 21 Juli 2025.
|Baca juga: Bukan Cuma Bertahan, Ini Jurus Pamungkas OJK Dongkrak Industri Asuransi RI!
|Baca juga: Ketua DAI: Klaim Tinggi Bukan Ancaman tapi Peluang untuk Industri Asuransi
Ia mencontohkan bagaimana praktik di sektor perbankan juga turut memengaruhi industri asuransi, khususnya terkait penerbitan bank garansi yang dinilai semakin longgar. “Zaman dulu, mau mengusulkan kredit bisa enam bulan, tapi menerbitkan bank garansi sekarang dengan seminggu. Karena mereka merasa asuransi bisa kover kok dengan kontrak bank,” ucapnya.
“Ini kan satu ekosistem yang harus kita perbaiki,” tambah Budi.
Budi juga menyinggung persoalan struktur permodalan dan likuiditas perusahaan yang harus menjadi perhatian. Ia menyebutkan jika mau bermain di area bank maka harus memiliki modal dan likuiditas yang cukup. “Ada aturannya, minimum 150, likuiditas juga minimum 250 kan. Jadi satu ekosistem ini tidak bisa semata disalahkan ke kami,” terang Budi.
Lebih jauh, dirinya menyoroti bagaimana tekanan dari sektor lain seperti perbankan dan lembaga pembiayaan justru kerap menjadikan industri asuransi sebagai ’sapi perah’. Budi menyebut praktik pemberian komisi berlebihan telah menciptakan ketidaksinambungan dalam industri.
|Baca juga: Industri Asuransi RI Disebut Lemah, Proyek-proyek Besar Akhirnya ‘Terbang’ ke Luar Negeri
|Baca juga: 6 Perusahaan Asuransi Masuk Pengawasan Khusus, Pengamat: Perlu Dilihat Berdampak Sistemik atau Tidak!
“Kenapa kami selalu menjadi sapi perah? Karena kita terlalu memberikan komisi yang berlebihan,” ujar Budi.
Menurutnya dampak dari ekosistem ini yang akan dirasakan oleh industri asuransi. Karena harus mengeluarkan reinsurance commission lebih besar. Permasalahan utama bukan pada kurangnya aturan, melainkan pada implementasi dan integritas pelaku industri.
“Dari mana kita harus mulai perbaikan ini? Bolak balik saya sampaikan ke regulator, tolong benang merahnya sudah ada semua,” tutup Budi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News