Media Asuransi, JAKARTA – Keberadaan aktuaris menjadi tonggak utama dalam penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117 tentang kontrak asuransi secara paralel.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menetapkan batas waktu pemenuhan aktuaris pada 15 April 2024, di mana perusahaan yang belum memiliki aktuaris akan dijatuhi sanksi tidak dapat mengajukan produk baru.
|Baca: BI dan MUI Kembangkan Digitalisasi Ekonomi Keuangan Syariah
Akan tetapi mencari Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang aktuaria bukan suatu yang mudah. Wakil Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) untuk Bidang Keuangan Veronica Eka Listiani menyampaikan, keberadaan aktuaris masih sangat minim, khususnya untuk yang sudah bersertifikasi FSAI.
“Masalahnya di Indonesia sedikit jumlah aktuaris yang sudah bersertifikasi FSAI, itu yang diminta sama OJK, nah itu lah kesulitannya. Kalau yang mau belajar menuju situ (aktuaria) kan gampang. Tapi yang bisa lulus dan punya sertifikasi itu yang sulit,” jelas Veronica.
Sistem regulasi
Kesulitan pemenuhan ini, menurutnya, juga dilatarbelakangi oleh sistem regulasi sebelumnya yang tidak mewajibkan perusahaan asuransi umum untuk memiliki aktuaris FSAI. Berbeda dengan asuransi jiwa yang memang sudah diwajibkan dari dulu.
“Jadi rata-rata yang ada di market sudah dimiliki asuransi jiwa atau buka konsultan sendiri. Sekarang kita cari yang bekerja di asuransi, jadi bersaing lah kita,” ujarnya.
Sebelumnya, hingga Maret 2024, AAUI mencatat terdapat dua perusahaan anggota yang belum memenuhi ketentuan aktuaris. Namun, dia memastikan bahwa setiap perusahaan anggota telah menjalankan PSAK 117 dengan baik, hanya saja tiap perusahaan memiliki finish yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News