Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi yang menyelenggarakan produk asuransi kesehatan, memiliki sistem informasi yang memadai.
Aturan ini tercantum dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. SEOJK ini ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2025 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2026.
Dikutip dari website OJK, Rabu, 4 Juni 2025, disebutkan bahwa kriteria sistem informasi tersebut berdasar SEOJK Nomor 7/SEOJK.05/2025, meliputi: pertama, sistem informasi dikembangkan oleh perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi secara mandiri atau bekerja sama dengan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, unit syariah pada perusahaan asuransi lainnya, TPA, BPJS Kesehatan, penyelenggara jaminan lain yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan, atau perusahaan yang dapat menyediakan layanan digital.
Kedua, sistem informasi memiliki kemampuan untuk melakukan pertukaran data secara digital dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketiga, sistem informasi yang paling sedikit memenuhi ketentuan: (1) mampu menyediakan akses data kepesertaan, (2) mampu menyediakan data yang memuat layanan dan resume medis, termasuk layanan obat dan alat kesehatan, yang diberikan kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta, (3) mampu menyediakan data klaim yang dibayarkan untuk masing-masing pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
|Baca juga: 9 Hal yang Wajib Diketahui Nasabah saat Membeli Asuransi Kesehatan dan Jiwa
Selain itu harus memenuhi ketentuan (4) didukung basis data (database) dengan ketentuan sebagai berikut: (a) mempunyai standar klasifikasi jenis penyakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku, (b) memiliki kemampuan untuk menganalisis kesesuaian layanan medis dan obat yang diberikan, (c) memiliki kemampuan untuk melakukan telaah utilisasi (utilization review) dengan fasilitas pelayanan kesehatan, dan (d) sistem informasi yang mampu mendukung pengolahan, penyimpanan, dan pengamanan data secara elektronik untuk mencegah potensi terjadinya fraud di bidang asuransi kesehatan, antara lain klaim asuransi fiktif.
Keempat, dalam hal pengembangan sistem informasi dilakukan oleh pihak ketiga sebagaimana diatur di atas, perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi harus memiliki perjanjian kerja sama yang mencakup kerahasiaan data pemegang polis, tertanggung, atau peserta dan penggunaannya.
Kelia, perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan unit syariah pada perusahaan asuransi harus melakukan penyimpanan basis data (database) data klaim yang dibayarkan untuk masing-masing pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit 10 tahun setelah masa pertanggungan polis asuransi berakhir.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News