1
1

Klaim Fiktif BPJS Kesehatan Menjamur, Stranas PK: Perlu Ditindak Pidana!

Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Niken Arianti. | Foto: Youtube/Novel Baswedan

Media Asuransi, JAKARTA – Baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menemukan kecurangan berupa phantom billing atau klaim palsu yang dilakukan oleh beberapa rumah sakit untuk mendapatkan keuntungan besar dari tagihan BPJS Kesehatan.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Niken Ariati mengatakan, praktik klaim palsu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ia menegaskan perlu ada tindak pidana untuk para pelakunya.

“Kalau sudah yang namanya phantom billing, false claim, tidak ada ini (dispensasi) lagi, langsung gorok saja, karena itu sudah harus langsung masuk pidana,” jelas Niken, dikutip dari podcast channel YouTube Novel Baswedan, Jumat, 2 Agustus 2024.

|Baca juga: Arch Tahan Pertumbuhan Bisnis Properti Bencana Akibat Tingginya Risiko Badai

Niken menegaskan tindakan tersebut merupakan bentuk tindakan kejahatan murni berupa pemalsuan dokumen yang sudah tidak berkaitan dengan dunia klinis atau medis.

Sebagai informasi, sebelumnya investigasi tim gabungan yang terdiri dari KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan BPJS Kesehatan, memeriksa enam rumah sakit di tiga provinsi.

Hasil dari pemeriksaan tersebut mengungkapkan bahwa dua rumah sakit di Sumatra Utara, yakni RS A dan RS B, melakukan klaim fiktif terhadap BPJS Kesehatan. RS A mengajukan klaim palsu senilai Rp1 miliar hingga Rp3 miliar, sementara RS B mencapai Rp4 miliar hingga Rp10 miliar.

|Baca juga: Kerugian GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) pada Semester I/2024 Menyusut

|Baca juga: OJK Dukung Percepatan Transformasi Sektor Asuransi

Selain itu, terdapat rumah sakit di Jawa Tengah yang juga melakukan klaim fiktif dengan nilai mencapai Rp20 miliar hingga Rp30 miliar.

Niken mengungkapkan aksi pemalsuan klaim yang terjadi baru diketahui KPK setelah aksi tersebut sudah berjalan dua tahun lamanya. Hal ini berawal dari temuan adanya kejanggalan dalam surat Eligibilitas Peserta (ESP) yang tidak sesuai dengan lapangan.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Arch Tahan Pertumbuhan Bisnis Properti Bencana Akibat Tingginya Risiko Badai
Next Post Bank Saqu Dorong Penggunaan QRIS di FEKDI 2024

Member Login

or