Media Asuransi, JAKARTA – Asuransi merupakan bisnis transfer risiko dari individu atau perusahaan kepada perusahaan asuransi. Lalu apa sebenarnya konsep risiko di dalam bisnis asuransi?
Mengutip situs resmi PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasional Re), risiko diartikan sebagai the uncertainty of loss (ketidakpastian kerugian). Ketidakpastian (uncertainty) merupakan situasi yang selalu melekat dan dihadapi oleh semua orang dalam beraktivitas sehari-hari. Misalnya, apakah dalam perjalanan ke kantor kita akan selamat sampai tujuan? Apakah gadget yang kita miliki tidak akan terjatuh dan rusak? Dan Apakah bangunan pabrik yang sudah dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran yang lengkap akan benar-benar terhindar dari terjadinya peristiwa kebakaran?
Namun memang ada hal-hal tertentu yang kita dapat mengetahui secara pasti (with certainty) situasi atau apa yang akan terjadi di kemudian hari. Hal ini biasanya terkait dengan hukum sebab akibat. Misalnya, kita tahu secara pasti bahwa kompor yang dibiarkan menyala tanpa pengawasan dapat menimbulkan kebakaran.
|Baca juga: Peran Asuransi dalam Mitigasi Risiko Proyek Konstruksi
Nah, kaitannya dengan asuransi, risiko-risiko ketidakpastian itu dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Risiko Murni dan Risiko Spekulatif
Suatu risiko dianggap sebagai risiko murni (pure risk) apabila dalam risiko itu ada kemungkinan kerugian (loss) dan kemungkinan tidak ada kerugian (no loss) atau peluang pokok (break-even). Contohnya adalah pemilik atau operator sebuah kapal laut dapat mengalami kerugian apabila kapal itu menabrak sebuah kapal lain yang sedang dalam posisi lego jangkar. Sebagai akibatnya, si operator harus bertanggung jawab atas kerugian/kerusakan yang dialami oleh kapal lain tersebut. Namun seandainya kapal si operator tidak mengalami insiden tabrakan dan tiba di pelabuhan tujuan sesuai jadwal maka pemilik/operator tidak akan mengalami kerugian atau pulang pokok.
Berikutnya, suatu risiko dianggap sebagai risiko spekulatif (speculative risk) apabila risiko itu memberikan kemungkinan kerugian (loss) dan kemungkinan tidak ada kerugian (no loss) atau pulang pokok (break-even), juga kemungkinan keuntungan (profit). Contoh dari risiko seperti ini adalah seorang yang membeli saham (investor) dengan nilai Rp100.000 per lembar saham.
Seiring dengan berjalannya waktu, harga saham yang dibeli tersebut memiliki tiga peluang atau kemungkinan yaitu berpeluang naik menjadi >Rp100.000 per lembar saham, berpeluang turun menjadi <Rp100.000 per lembar saham, atau berpeluang stagnan atau tetap. Bila harga sahamnya naik, maka investor untung, bila harga sahamnya turun maka investor rugi, dan bila harga sahamnya tetap maka investor impas alias break-even.
2. Risiko Fundamental dan Risiko Khusus
Suatu risiko fundamental (fundamental risk) dianggap sebagai suatu risiko yang tidak mengenai orang tertentu (impersonal), baik dari segi awalnya munculnya maupun dari segi konsekuensinya atau dampaknya. Kerugian-kerugian yang timbul dari risiko fundamental biasanya tidak disebabkan oleh seseorang dan akibat atau dampaknya biasanya terhadap sejumlah besar orang-orang atau anggota masyarakat. Contoh risiko fundamental adalah, misalnya perang, inflasi, gempa bumi, banjir, tsunami, dan angin topan. Berbagai kondisi tersebut terjadi bukan karena sikap atau perbuatan seseorang dan dampaknya menimpa atau dirasakan oleh orang banyak atau masyarakat.
Sementara itu, suatu risiko khusus (particular risk) dianggap sebagai suatu risiko yang berasal dari peristiwa-peristiwa sendiri-sendiri dan dampaknya dirasakan secara lokal. Contohnya, pencurian harta benda, kerusakan barang-barang milik pribadi karena suatu kecelakaan, peledak ketel uap, kebakaran, dan kecelakaan. Artinya, risiko khusus ini benar-benar sifatnya khusus dipicu oleh faktor khusus dan dirasakan secara khusus oleh korban penderita.
|Baca juga: Apa Perbedaan Aktuaris dan Underwriter di Industri Asuransi?
Adapun terkait dengan penyebab kerugian, ada dua istilah yang biasa digunakan dalam asuransi yaitu peril (bahaya) dan hazard.
Peril didefinisikan sebagai penyebab dari kerugian (the cause of the loss). Dalam sebuah polis asuransi kerugian dikenal istilah named-peril policy yaitu polis asuransi kerugian yang mencantumkan secara satu per satu bahaya yang berpotensi menimpa harta benda pemegang polis. Artinya, penanggung hanya akan bertanggung jawab (liable) atas suatu kerugian yang menimpa harta benda itu apabila penyebab dari kerugian itu adalah suatu peril atau bahaya yang tercantum dalam polis tersebut.
Sementara itu, hazard adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya atau frekuensi kerugian (frequency of losses) seta tingkat keparahan dari kerugian itu (severity of losses) jika terjadi. Misalnya, tindakan menyimpan bensin dalam suatu bangunan pada umumnya tidak akan menyebabkan suatu kerugian pada bangunan itu, tetapi bensin dapat mempermudah terjadinya kebakaran pada bangunan itu dan membuat kerugian yang disebabkan oleh kebakaran itu menjadi lebih parah dari rata-rata. Dalam hal ini, penyimpanan bensin dalam bangunan adalah suatu hazard, sedangkan kebakaran (fire) sebagai peril atau the cause of the loss.
Hazard sendiri memiliki dua sifat yaitu hazard yang bersifat fisik (physical hazards) dan ada yang bersifat atau terkait dengan aspek moral seseorang (moral hazards). Penyimpanan bensin dalam suatu bangunan tanpa suatu maksud sengaja menimbulkan kebakaran/kerugian pada bangunan itu adalah sebuah contoh dari physical hazards.
Akan tetapi, penyimpanan bensin di dalam suatu bangunan dengan maksud sengaja untuk menimbulkan kebakaran/kerugian pada bangunan itu, terlebih-lebih dengan maksud untuk mencari keuntungan keuangan dari kerugian itu, misalnya untuk mendapat pengganti dari pihak asuransi/penanggung, jelas adalah suatu moral hazards.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News