1
1

Menilik Proyeksi Peluang InsurTech di Indonesia

Industri Insurtech Global. | Foto: Ist

Media Asuransi, GLOBAL – Sektor InsurTech di Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan CAGR 40% selama 2021-2026 karena basis (penetrasi asuransi) yang rendah, penetrasi digital yang sudah tinggi (dan terus meningkat), dan munculnya model-model baru.

Dikutip dari laman Redseer Strategy Consultant, penggalangan modal oleh beberapa pemain di wilayah ini menunjukkan dukungan berkelanjutan dari investor.

Lebih banyak lagi yang dapat menyusul seiring para pemain mendapatkan skala dan menunjukkan jalan yang lebih jelas menuju profitabilitas.

Sektor InsurTech memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi di Indonesia, karena tingkat penetrasi yang masih rendah.

Kesadaran yang lebih tinggi (dipimpin oleh meningkatnya digitalisasi), penawaran harga yang kompetitif, dan saluran distribusi yang efisien telah mendorong sektor insurtech.

|Baca juga: 10 Insurtech asal AS dengan Pendapatan Ekuitas Terbesar di Tahun 2022

Pertumbuhan di segmen asuransi umum akan didorong oleh penetrasi yang lebih tinggi di sektor properti, kesehatan, kendaraan bermotor, dan keuangan.

1. Penetrasi asuransi yang rendah dan digitalisasi ekonomi yang cepat menyiapkan panggung untuk lonjakan pertumbuhan sektor insurtech (1/2)

Penetrasi asuransi digital di Indonesia adalah 1% pada tahun 2021 dibandingkan dengan 2% di India, 6% di Cina, dan 14% di AS. Oleh karena itu, sektor ini kemungkinan besar akan tumbuh dengan cepat di Indonesia karena memiliki basis yang rendah.

2. Penetrasi asuransi yang rendah dan digitalisasi ekonomi yang cepat menyiapkan panggung untuk lonjakan pertumbuhan sektor insurtech (2/2)

Beberapa pemain sudah beroperasi di pasar dengan penawaran yang cukup besar yang mencakup skema asuransi Jiwa, Umum, B2C, B2B2C, dan Grup. Para pemain telah meningkatkan modal di masa lalu dan mendorong pertumbuhan di tengah-tengah penetrasi yang terus meningkat.

3. Peluang struktural di sekitar pertumbuhan yang dipimpin oleh penetrasi telah memungkinkan beberapa pemain InsurTech untuk meningkatkan modal di masa lalu

Model-model insurtech berbeda dalam hal metrik pendapatan dan profitabilitasnya. Misalnya, model B2C-Broker cenderung memiliki aset yang ringan dan memiliki profitabilitas yang lebih tinggi.

Sebaliknya, model B2B2C bergantung pada agen asuransi dan berskala lebih cepat. Namun, mereka memiliki profitabilitas yang lebih rendah dibandingkan model B2C-Broker. Mengingat kondisi makro saat ini, mungkin sudah saatnya untuk meninjau model-model ini dan membuat perubahan yang sesuai kebutuhan.

 

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Kanguro Insurance Luncurkan Asuransi Kesehatan Revolusioner untuk Hewan Peliharaan di AS
Next Post ABB dan PLN Icon Plus Kolaborasi Kembangkan Layanan Pengisi Daya Kendaraan Listrik

Member Login

or