Media Asuransi, JAKARTA – Industri perasuransian saat ini tengah gencar meningkatkan program literasi asuransi kepada masyarakat awam, mengingat saat ini penetrasi asuransi Indonesia masih di sekitar angka 3 persen. Bertepatan dengan peringatan hari asuransi nasional pada tanggal 18 Oktober 2023, indutri perasuransian merayakannya dengan mengusung tema “Literasi Asuransi untuk Negeri”.
Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI) sebagai salah satu bagian dari asosiasi industri perasuransian, juga turut mendukung langkah-langkah baik yang dilakukan oleh industri maupun regulator dalam upaya peningkatan literasi asuransi guna menumbuhkan penetrasi pengguna industri.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan oleh reporter Media Asuransii, Muh Fajrul Falah dengan Ketua Umum APKAI, Dikarioso.
Bagaimana persiapan asosiasi menyambut hari asuransi tahun ini, mohon dapat dijelaskan dan apa tema Hari Asuransi tahun ini?
Memang sudah menjadi kewajiban kita secara bergilir untuk menjadi pengelola acara perayaan hari asuransi nasional, yang dari awalnya APPARINDO kemudian ke APKAI. Dalam konteks kali ini memang kita lebih memperhatikan kepada masalah literasi dan edukasi masyarakat terhadap asuransi, karena literasi dan edukasi sangat penting, ketika masyarakat mengetahui hak dan kewajibannya dalam berasuransi, saya rasa dengan hal itu tidak akan ada dispute atau selisih yang terjadi ketika adanya klaim.
Selain itu, alasan kami mengambil tema “Literasi Asuransi untuk Negeri” adalah untuk melangkah dalam mewujudkan roadmap yang akan diluncurkan regulator dalam upaya restoring confidence atau mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dan melakukan reformasi di industri.
Bagaimana pandangan asosiasi terhadap prospek industri asuransi di Indonesia ke depan?
Kalau soal prospek kita harus optimistis, artinya dengan adanya restoring confidence ini ke depannya pasti akan meningkat. Saya yakin itu, karena dari sisi literasi dan edukasi makin dalam, dan dari sisi kesadaran masyarakat mengenai fungsi asuransi yang sebenarnya.
Kemudian kita perlu mengingat bahwa asuransi itu menjual janji, dan dengan jual janji tentunya hal tersebut harus ditepati. Kalau hal ini sudah bisa ditingkatkan, tentunya hal ini akan mengundang banyak masyarakat untuk mau berasuransi.
Di sisi menepati janji dari industri, masyarakat juga perlu terlibat dalam hal ini. Dalam artia, apakah dia mengetahui hak dan kewajibannya dalam berasuransi? Yakni kembali ke awal, caranya adalah dengan meningkatkan literasi dan edukasi.
Bagaimana asosiasi melihat awareness masyarakat terhadap industri asuransi dari tahun ke tahun?
Terus terang kalau mengenai 5 tahun ke belakang kita kan ada beberapa kasus ya, sehingga itu yang membuat ibaratnya gempa bumi pada industri asuransi, ada tremor lah paling tidak. Dan dari situlah yang menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi itu menjadi turun, nah ini menjadi tugas kita bersama termasuk media juga dari otoritas untuk merestoring confidence itu.
Sejauh ini, bagaimana pencapaian industri asuransi dalam melakukan literasi dan edukasi kepada masyarakat serta upaya meningkatkan literasi dan edukasi ke depan?
Seperti yang sudah dikatakan, bahwa kita melakukan literasi itu istilah bahasanya adalah ‘manjada wajada’, jadi kita harus berusaha terus, yakni dengan cara yang tadi. Meskipun hasilnya nanti kecil, tapi kalau kita lakukan terus menerus, maka akan menemukan hasilnya. Jadi kita harus ulet dan sabar untuk bisa menyampaikan literasi dan edukasi asuransi ini kepada masyarakat.
Saat ini literasi asuransi di Indonesia sudah mencapai angka 31,7 persen. Angka tersebut tentu masih jauh dari angka literasi perbankan yang sudah mencapai 49,9 persen, sehingga ini menjadi PR bersama untuk lebih giat lagi membumikan asuransi.
Apa tantangan dan peluang dari industri asuransi Indonesia ke depan?
Kalau peluang kita merujuk pada UMKM, maka UMKM kita tuh sebesar 60%, artinya peluang ini yang belum kita garap. Jika kita garap itu akan cukup banyak, misalnya UMKM dari sisi risiko yang di luar dugaan, tetapi karena mereka sudah memiliki asuransi, maka jumlah kerugiannya akan ditanggung oleh asuransi, dan pihak UMKM bisa kembali melanjutkan bisnisny. Nah untuk ke depannya ini ya tadi, posisinya kita tetap harus melakukan edukasi dan literasi
Kalau peluang digital? Apakah akan menjadi kontributor pertumbuhan penetrasi asuransi?
Seperti yang tadi sudah dikatakan oleh OJK, kalau di bank itu lebih gampang dan mungkin sekarang sampai pada tahap di mana ibaratnya kalau kita sekarang ketinggalan dompet, itu tidak ada masalah. Tetapi kalau ketinggalan handphone itu menjadi masalah, karena dia enggak bisa bayar pakai QRIS. Kalau asuransi memang perlu kajian yang lebih dalam mengenai digital tadi, karena asuransi itu adalah janji yang dijual, ketika janji itu tidak ditepati itu akan menjadi dispute.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News