1
1

OJK Beberkan 6 Tantangan Industri Asuransi yang Wajib Dibereskan, Berikut Rinciannya!

Kepala Departemen Pengawasasan Asuransi dan Jasa Penunjang OJK Sumarjono. | Foto: Media Asuransi/Angga Bratadharma

Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan masih terdapat sejumlah tantangan di sektor perasuransian Indonesia. Kesemuanya harus bisa diantisipasi sedini mungkin guna memaksimalkan pertumbuhan di masa mendatang dan kontribusinya terhadap perekonomian Tanah Air.

“Pertama permodalan. Seperti Bapak Ibu ketahui sudah ada POJK 23 Tahun 2023 yang menetapkan peningkatan secara signifikan terhadap modal disetor untuk penerbitan izin baru dan ekuitas minimum untuk perusahaan yang existing,” kata Kepala Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang OJK Sumarjono, di Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025.

|Baca juga: Tok, Komisi XI DPR Sepakat Defisit RAPBN 2026 di Angka 2,53%

|Baca juga: BRI Finance Siap Berkontribusi dalam Akselerasi Transformasi BRI Group

Sumarjono, dalam The 7th Indonesia Financial Sector Outlook 2025 yang digelar LPPI menyebutkan, hal itu dilakukan secara bertahap hingga 2028. Ia menjelaskan kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan industri terhadap guncangan eksternal, menyaring pemain industri yang tidak efisien dan rawan gagal bayar, serta mendorong konsolidasi dan efisiensi usaha.

Kemudian, tambahnya, penerapan pengelompokan perusahaan berdasarkan ekuitas. “Jadi nanti ada seperti di perbankan juga idenya, di mana nanti ekuitas tertentu hanya boleh melakukan produk tertentu atau area tertentu. Ini tentunya masih akan melihat perkembangannya, karena peningkatan modalnya cukup besar apalagi dari 2026 ke 2028,” jelasnya.

Kedua, terkait dengan asuransi kredit. Ia menjelaskan OJK mendapat cukup banyak komplain dari berbagai pihak mengingat memang rasio klaim sangat tinggi. Kemudian seleksi risiko atau underwriting ini tidak dilakukan oleh perusahaan asuransi.

Ketiga, penerapan PSAK 117. Hal ini berkaitan dengan kesiapan perusahaan dalam mengimplementasikan PSAK 117 Kontrak Asuransi, investasi sistem dan teknologi informasi yang butuh biaya cukup besar, serta ketersediaan dan administrasi data historis yang belum sepenuhnya dapat mendukung implementasi.

|Baca juga: Jadi Holding Reasuransi BUMN, Indonesia Re Diminta Tidak Sekadar Besar tapi Harus Profesional

|Baca juga: Komisi XI Sepakati Pertumbuhan Ekonomi RI pada RAPBN 2026 di 5,8%

Keempat, terkait treaty reporting. Dalam hal ini penyampaian data rincian yang akurat dan transparan dalam laporan perjanjian reasuransi, sistem teknologi informasi yang dapat mengakomodir secara digital, dan pemisahan akun-akun untuk keperluan implementasi PSAK 117.

Kelima, standar etika usaha dan tata perilaku. Dalam hal ini penerapan standar etika profesi dan integritas perusahaan. Keenam, tarif premi MV dan properti. Dalam hal ini penyesuaian kelompok wilayah dan profil risiko MV, penyesuaian kode okupansi pada properti, dan penyesuaian ketentuan pertanggungan dan diskon multilokasi.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Asuransi Jasindo Perkuat Strategi Anti Fraud demi Perlindungan Maksimal bagi Tertanggung
Next Post Beban Utang dan Pertumbuhan Ekonomi RI di APBN 2024 Dapat Kritikan Pedas

Member Login

or