Media Asuransi, JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono memberikan kabar terbaru dari Peraturan OJK (POJK) tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan.
“Rancangan POJK tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan masih dalam tahap penyusunan,” ujar Ogi, dikutip dari jawaban tertulis RDKB, Selasa, 12 Agustus 2025.
|Baca juga: Bos GOTO: KOMPAG Sumbang Rp19,6 Triliun terhadap PDB Indonesia
|Baca juga: KPEI Sebut Pasar Modal Indonesia Wajib Dibanggakan, Ternyata Ini Alasannya!
POJK tersebut adalah penyesuaian lanjutan dari Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 mengenai Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, termasuk di dalamnya yang mengatur tentang skema co-payment.
“Dalam rangka penyusunan RPOJK dimaksud, OJK akan melakukan komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk perwakilan pemegang polis, untuk membahas beberapa substansi yang mungkin akan diatur nanti,” terang Ogi.
Langkah penyusunan POJK baru dilakukan setelah tindak lanjut dari rapat kerja OJK dengan Komisi XI DPR RI pada akhir Juni 2025. Sebelum resmi ditunda, skema co-payment ini tadinya akan diberlakukan pada 1 Januari 2026.
|Baca juga: Pemerintah Catat Penyaluran KUR Capai Rp150 Triliun per Juli 2025, Paling Banyak di Sektor Produksi
|Baca juga: Minim Emiten Baru, HSBC Dorong Indonesia Genjot IPO untuk Gaet Investor
Di dalam SEOJK ini, peserta diwajibkan ikut menanggung sebagian klaim, yakni pemegang polis yang wajib menanggung minimal 10 persen dari total tagihan. Tentu terdapat jumlah batasan yang harus dibayarkan oleh pemegang polis, salah satunya ialah rawat jalan dengan batas maksimum Rp300 ribu dan rawat inap per pengajuan klaim dengan batas maksimum Rp3 juta.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News