Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka peluang bagi perusahaan asuransi untuk melakukan merger atau konsolidasi menjelang penerapan kebijakan ekuitas minimum yang bakal diberlakukan pada 2026.
Pengamat Asuransi sekaligus Dosen Asuransi Wahju Rohmanti menilai opsi merger merupakan solusi yang rasional bagi perusahaan asuransi, utamanya yang menghadapi keterbatasan modal dalam pemenuhan ketentuan ekuitas minimum.
|Baca juga: Pengamat: Cakupan Perlindungan Program Penjaminan Polis Asuransi Harus Dipahami dengan Jelas!
|Baca juga: HSBC Resmikan Wealth Center WTC 1 Jakarta untuk Manjakan Nasabah Premier
“Peluang merger untuk solusi pemenuhan kewajiban ekuitas minimum tentu bagus untuk pemegang saham perusahaan asuransi yang tidak cukup memiliki kemampuan menambah modal, namun masih ingin memiliki bisnis asuransi,” ujar Wahju, kepada Media Asuransi, dikutip Rabu, 22 Oktober 2025.
Menurutnya langkah merger bisa menjadi alternatif realistis bagi pemegang saham yang tetap ingin mempertahankan eksistensi bisnisnya di tengah tuntutan regulasi permodalan yang lebih kuat. Namun, Wahju mengingatkan, keputusan merger juga membawa konsekuensi bagi para pemegang saham.
“Memang dengan konsekuensi berkurangnya pengendalian mereka terhadap bisnis,” kata Wahju.
|Baca juga: HSBC Nilai Persaingan Antarbank Tetap Sehat di Tengah Kucuran Rp200 Triliun ke Himbara dan Penurunan BI Rate
|Baca juga: BI Rate Turun, Ke Mana Nasabah Tajir HSBC Mengalihkan Dana Investasinya?
Sebagai informasi, ketentuan ekuitas minimum pada perusahaan asuransi tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi. Regulasi ini menetapkan batas minimal sebesar Rp250 miliar untuk asuransi umum dan Rp100 miliar untuk asuransi syariah, dengan batas waktu hingga 31 Desember 2026.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News