Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan reasuransi adalah suatu mekanisme penyebaran risiko oleh perusahaan asuransi. Dalam kontrak perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi, ada yang berjenis treaty yang seluruh risiko yang telah diperjanjikan harus disesikan ke reasuradur.
“Untuk kontrak fakultatif lebih fleksibel. Perusahaan asuransi bisa menanggung retensi sendiri lebih besar atau lebih kecil tergantung dari asesmen risikonya, baik atau buruk, dan selebihnya direasuransikan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, dikutip dari jawaban tertulisnya, Minggu, 28 Desember 2025.
|Baca juga: OJK Ungkap Perkembangan SEOJK Lini Usaha dan KPPE
|Baca juga: Kata Bos OJK terkait Proyeksi Bisnis Industri Asuransi RI di 2026
Ogi menambahkan OJK terus mendorong perusahaan asuransi untuk melakukan seleksi risiko dan tidak hanya sekedar menerima dan kemudian mereasuransikan sebagian besar porsinya. “Untuk itulah ada kebutuhan kualitas underwriter yang bagus,” tegasnya.
OJK mencatat ekuitas industri reasuransi termasuk syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) sebesar Rp6,84 triliun berdasarkan data posisi Oktober 2025. Sementara premi reasuransi tercatat Rp22,74 triliun atau terkontraksi 1,03 persen secara tahunan (YoY).
Secara keseluruhan, permodalan industri asuransi komersial masih menunjukkan kondisi yang solid, dengan industri asuransi jiwa serta asuransi umum dan reasuransi secara agregat melaporkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 478,85 persen dan 331,96 persen atau di atas threshold sebesar 120 persen.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
