Media Asuransi, JAKARTA – Deputi Komisioner Pengawasan Asuransi, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Iwan Pasila mengatakan pandemi covid-19 sangat memukul kinerja jalur pemasaran bancassurance di Indonesia. Namun demikian, ketegangan geopolitik yang menjadi ancaman utamanya.
“Hal ini tidak hanya berdampak pada pihak-pihak yang bertikai, namun juga meluas ke aspek ekonomi yang lebih besar. Hal ini juga berdampak pada ekonomi negara-negara lain,” kata Iwan Pasila, dalam ‘Bancassurance 3.0: Reimagining, Reinventing and Reinvigorating Bancassurance in the Digital Age’ yang diselenggarakan di Jakarta, Selasa, 30 Januari 2024.
Di sisi lain, lanjutnya, perubahan iklim menimbulkan risiko baru. Kemudian, Iwan mengatakan, jalur pemasaran bancassurance di Indonesia juga menghadapi penetrasi yang rendah. Hal ini karena rendahnya tingkat literasi dan daya beli konsumen.
“Ada juga persepsi negatif terhadap industri asuransi, dan tidak cukupnya upaya dari para pemain untuk memperdalam penetrasi,” katanya.
|Baca: OJK Beri Izin Usaha Lembaga Keuangan Mikro Cikeusal Mandiri
Menurut Iwan Pasila, bancassurance memiliki potensi besar untuk meningkatkan literasi di kalangan nasabah. Hal ini karena sebagian besar nasabah sudah sadar akan perlunya perlindungan finansial.
“Jika kita melakukannya dengan benar, ada peluang besar untuk meningkatkan penetrasi dan juga meningkatkan inklusi sehingga lebih banyak orang Indonesia yang dapat terlindungi dan ekonomi akan mendapat manfaatnya,” jelasnya.
Ia menambahkan penetrasi pengguna asuransi di Indonesia juga dapat ditingkatkan dengan alat digital seperti AI untuk mengembangkan dan memasarkan produk melalui akurasi yang lebih tinggi, dibandingkan dengan agensi dan penasihat keuangan tradisional.
“Kami dapat menjangkau jutaan nasabah yang belum tersentuh oleh bank dengan produk yang tersegmentasi secara tepat menggunakan AI. Memajukan teknologi seharusnya menjadi satu-satunya cara untuk menembus pasar dengan cara yang sangat efisien dan efektif,” katanya.
Namun demikian, meskipun teknologi dapat memungkinkan penetrasi, ada juga tantangan dalam mengelola risiko yang terkait dengan kerahasiaan data dan dunia maya. “Risiko dan inovasi digital adalah dua sisi dari mata uang yang sama, dan kita perlu melihatnya sebagai pendorong dan juga risiko yang harus dikelola dengan baik,” jelasnya.
Dirinya menyatakan teknologi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi mis-selling, karena menawarkan produk yang tidak tepat kepada nasabah di bank hanya akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Perangkat digital juga memungkinkan industri ini untuk melayani nasabah dengan lebih baik melalui menyediakan akses cepat kepada nasabah. Kami juga dapat meningkatkan kualitas layanan dan membuat prosesnya lebih cepat,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News