1
1

OJK Sebut Teknologi Digital Jadi Fondasi Penguatan Risiko Industri Asuransi RI

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila dalam Conference Day 2 Track #2 Innovation. | Foto: Media Asuransi/Sarah Dwi Cahyani

Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan teknologi digital merupakan kunci utama dalam memperkuat ketahanan risiko industri asuransi. Hal itu mulai dari peningkatan kualitas data, efisiensi operasional, hingga pengembangan produk yang lebih relevan bagi kebutuhan masyarakat.

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila menyatakan saat ini teknologi menjadi satu-satunya instrumen yang mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap pasar asuransi.

“Perkembangan teknologi digital tidak hanya membantu industri menjadi lebih efisien dalam mengisi bisnis (asuransi), tetapi juga untuk meningkatkan penetrasi (asuransi), dan meningkatkan kualitas data,” ujarnya, dalam Mandiri Bulan Fintech Nasional (BFN) Fest 2025, di Jakarta, Kamis, 11 Desember 2025.

Iwan menilai industri asuransi di Indonesia sebenarnya telah memiliki fondasi data yang kuat. Ia mencontohkan PT Reasuransi Maipark Indonesia sebagai perusahaan yang dikenal mampu menghimpun data bencana, terutama kebakaran dan gempa bumi.

“Mereka (Maipark) mengumpulkan semua data terkait kebakaran, dan mereka melakukan beberapa modeling,” ujarnya.

|Baca juga: GoTo Tanggung Iuran BPJS bagi Ratusan Ribu Driver Mitra Berprestasi

|Baca juga: Biaya dan Minimnya Pengetahuan Hambat Kepemilikan Asuransi Kesehatan dan Jiwa

Menurutnya kualitas data itu membantu memetakan wilayah rawan bencana dan pola risikonya, sekaligus mendorong inovasi industri dalam mengembangkan produk berbasis risiko. Salah satu inovasinya adalah asuransi parametrik, yakni model asuransi yang memberikan pembayaran berdasarkan parameter tertentu, bukan melalui penilaian kerugian secara konvensional.

Dirinya menjelaskan produk asuransi parametrik kini telah digunakan untuk risiko kebakaran dan tengah dikembangkan untuk asuransi perumahan. Ia mencontohkan situasi bencana di Sumatra, di mana kebutuhan dana cepat menjadi krusial, bisa digunakan oleh produk asuransi parameterik.

“Jika membeli asuransi perumahan tradisional, Anda perlu menunggu asesmen untuk menentukan kekacauan, sedangkan Anda memerlukan uang secara langsung untuk pulih. Jadi inilah di mana asuransi parametrik mengambil manfaat,” tegasnya.

Meski demikian, adopsi produk parametrik masih menghadapi kendala, terutama terkait pemahaman nasabah mengenai hubungan antara parameter teknis, tingkat keparahan bencana, dan mekanisme pencairan klaim. Misalnya, parameter teknis dapat memenuhi kriteria pencairan, namun persepsi nasabah tentang tingkat kerusakan bisa berbeda.

“Jadi, misalnya, dalam asuransi perumahan parametrik kita bisa bilang jika suatu kekacauan memenuhi kriteria tertentu maka asuransi tidak diharapkan. Namun bagi pelanggan, ini adalah sebaliknya,” terang Iwan.

Oleh karena itu, OJK menekankan pentingnya perbaikan komunikasi perusahaan asuransi kepada nasabah, peningkatan edukasi, serta penyederhanaan pemahaman klaim agar proses perlindungan dapat berjalan cepat dan tepat saat bencana terjadi. Iwan menegaskan digitalisasi menjadi fondasi dalam transformasi tersebut.

“Jadi, inilah cara kita melihat teknologi digital ini,” tutupnya.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Strategi Keuangan Bijak dari Sequis: Pilih Produk Asuransi Jiwa di Saat Kondisi Ekonomi Tidak Pasti
Next Post BNP Paribas Lepas Saham AG Insurance kepada Ageas senilai US$2,2 Miliar

Member Login

or