Media Asuransi, GLOBAL – Laporan terbaru dari SNS Insider mengungkapkan pasar asuransi siber global diproyeksikan mencapai nilai US$97,3 miliar pada 2032, tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 22,8 persen. Pada 2023, pasar ini bernilai sekitar US$15,3 miliar.
Pertumbuhan pesat ini dipicu oleh meningkatnya kompleksitas dan frekuensi serangan siber, yang membuat perlindungan terhadap kerugian finansial menjadi semakin penting bagi perusahaan.
|Baca juga: Dirut FUJI Stphen Alfred Mengundurkan Diri
|Baca juga: AAUI dan Asosiasi Asuransi Umum Korea Teken Kerja Sama untuk Perkuat Kolaborasi
Dilansir dari laman Insurance Asia, Selasa, 10 Desember 2024, seiring dengan adopsi teknologi digital yang semakin meluas, bisnis dan organisasi menjadi lebih rentan terhadap ancaman seperti ransomware, phishing, dan pelanggaran data.
Regulasi yang semakin ketat, seperti Regulasi Perlindungan Data Umum (GDPR) di Eropa, juga mendorong perusahaan untuk memperkuat sistem keamanan mereka dan memperoleh asuransi siber. Menurut laporan, lebih dari 60 persen perusahaan dengan lebih dari 500 karyawan kini memiliki polis asuransi siber.
Selain itu, sektor infrastruktur kritis seperti kesehatan, keuangan, dan energi semakin menjadi sasaran serangan siber, memicu pengembangan produk asuransi yang lebih spesifik untuk sektor-sektor tersebut.
Sebuah survei Aon pada 2021 mengungkapkan 40 persen organisasi kesehatan mengalami peningkatan klaim asuransi siber akibat serangan ransomware yang mengganggu operasional dan membocorkan data pasien.
Di kawasan Asia Pasifik, diperkirakan ada pertumbuhan tertinggi dalam pasar asuransi siber selama periode perkiraan, didorong oleh digitalisasi yang pesat dan peningkatan kesadaran terhadap ancaman siber.
|Baca juga: Ini Peraih Digital Financial Excellence Award 2024 Kategori Perbankan
|Baca juga: APKAI Adakan Pelatihan dan Sertifikasi Asesor Kompetensi
Negara-negara seperti India dan China menjadi pusat peningkatan ancaman siber, sementara semakin banyak usaha kecil dan menengah yang menyadari pentingnya perlindungan asuransi siber. Selain itu, teknologi kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin semakin banyak digunakan penyedia asuransi untuk mengevaluasi risiko dan menetapkan harga secara dinamis.
Alat AI juga memungkinkan pelacakan ancaman siber secara real-time, memberikan wawasan lebih baik dalam penilaian risiko dan pengambilan keputusan. Menurut Cyber Insurance Insights, lebih dari 80 persen penyedia asuransi siber telah mengadopsi teknologi AI pada 2024.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News