Media Asuransi, TANGERANG – Fenomena tingginya angka penarikan dini atau early withdraw oleh peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) yang masih berusia produktif disoroti oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pasalnya hal ini dinilai menjadi penyebab utama berkurangnya nilai aset pensiun di masa tua.
Kemenkeu mencatat sekitar 3/4 peserta JHT dengan upah di bawah Rp5 juta cenderung memanfaatkan dana JHT sebagai tabungan darurat alih-alih simpanan jangka panjang. Bahkan, sebagian besar penarikan dilakukan untuk kebutuhan mendesak, namun tidak sedikit pula yang bersifat konsumtif.
|Baca juga: Waduh! OJK Bilang Banyak Warga RI Belum Punya Jaminan Pendapatan Usai Pensiun
“Sebagian besar dilakukan pada saat peserta masih berusia produktif, berusia muda, karena kebutuhan membesar. Namun tidak sering juga yang sifatnya digunakan untuk kebutuhan konsumtif,” ujar Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kemenkeu Ihda Muktiyanto, di Tangerang, Kamis, 23 Oktober 2025.
Dalam Indonesia Pension Fund Summit (IPFS), Ihda menyatakan, sebagai ilustrasi dalam kondisi ideal maka manfaat JHT dapat mencapai 12,6 persen Replacement Ratio (RR). Hal ini jika peserta bekerja selama 32 tahun penuh tanpa melakukan penarikan dini. Namun kenyataan lapangan justru jauh berbeda.
“Tetapi kenyataannya di lapangan kita lihat jauh berbeda karena fenomena early withdrawal tadi rata-rata JHT saat pensiun itu sekitar Rp56 juta dan median saldo pada JHT lebih rendah yaitu sekitar Rp24 juta. Jelas nilai ini sangat kecil jauh di bawah kebutuhan ideal karena hanya 1,6 persen dari upahnya,” tukasnya.
|Baca juga: Kemenkeu Sebut Aset Dana Pensiun Indonesia Melesat, tapi Masih Tertinggal dari Negara OECD
|Baca juga: Investasi Dapen Masih Didominasi SBN dan Deposito, Bos OJK Beberkan Alasannya!
Dirinya menambahkan penarikan dini ini terus meningkat setiap tahun dan menjadi sinyal bahwa dana jaminan hari tua belum berfungsi optimal sebagai instrumen perlindungan jangka panjang.
“Fenomena ini juga mengisyaratkan tanpa desain kebijakan yang tepat maka aset pensiun para peserta itu akan terkikis sebelum waktunya dan membuat pekerja menjadi tidak memiliki jaminan layak ketika memasuki usia pensiun,” tutup Ihda.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
