1
1

Peningkatan Modal Asuransi di Indonesia Bakal Picu Aksi Merger & Akuisisi

Beberapa gedung perusahaan asuransi di Jakarta. | Foto: Lucky Kennedy

Media Asuransi, JAKARTA – Perusahaan data dan analitik terkemuka GlobalData menilai kebijakan peningkatan permodalan asuransi di Indonesia akan memicu peningkatan aksi merger dan akuisisi yang berujung pada konsolidasi industri asuransi nasional.

Dalam riset terbarunya, GlobalData memperkirakan premi asuransi Indonesia akan tumbuh pada tingkat pertumbuhan (CAGR) sebesar 6,4% dari Rp264,8 triliun (US$17 miliar) pada tahun 2023 menjadi Rp339,3 triliun (US$22 miliar) pada tahun 2027.

Pada Mei 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), regulator asuransi Indonesia, mengusulkan untuk meningkatkan minimum capital requirement (MCR) perusahaan asuransi dari Rp150 miliar (US$10,4 juta) menjadi Rp500 miliar (US$34,6 juta) pada tahun 2026 dan selanjutnya meningkatkannya menjadi Rp1 triliun (US$69,2 juta) pada tahun 2028.

|Baca juga: Menakar Kesiapan Industri Asuransi Hadapi Rencana Peningkatan Permodalan

Demikian pula, MCR untuk reasuransi akan meningkat dari Rp300 miliar (US$20,8 juta) menjadi Rp1 triliun (US$69,2 juta) pada tahun 2026, dan Rp2 triliun (US$138,5 juta) pada tahun 2028. Proposal tersebut juga merekomendasikan peningkatan MCR untuk takaful dan operator retakaful.

Shivani Kela, Analis Asuransi di GlobalData, mengatakan peraturan baru ini juga diharapkan mengakibatkan pengalihan dan penutupan bisnis bagi perusahaan asuransi dengan pendapatan lebih rendah karena struktur permodalan yang tidak memadai. Selain itu, persyaratan modal yang tinggi juga akan menjadi penghalang masuk bagi pemain teknologi asuransi kecil yang ingin mengganggu pasar.

Ini akan mengeluarkan pemain yang lebih kecil dari kompetisi dan membantu pemain yang lebih besar dengan modal yang lebih tinggi untuk memperkuat kemampuan mereka melalui konsolidasi.”

Per Desember 2022, terdapat 72 asuransi umum, 52 asuransi jiwa, tujuh reasuransi, 54 operator takaful (29 jiwa dan 25 umum), serta empat operator re-takaful yang menjalankan bisnis asuransi di Indonesia.

Menurut Database Asuransi GlobalData, 66 entitas ini memiliki premi tertulis lebih rendah dari Rp200 miliar (US$13,8 juta) pada tahun 2021 dan berisiko lebih tinggi untuk tidak memenuhi persyaratan modal yang meningkat. Selain itu, 33 perusahaan memiliki premi tertulis antara Rp200 miliar (US$13,8 juta) hingga Rp500 miliar (US$34,6 juta) dan mungkin juga kesulitan untuk memenuhi standar baru.

Shivani menambahkan asuransi yang lebih kecil dan merugi mungkin merasa sulit untuk menarik investor dan mungkin terpaksa menutup bisnis. Dengan struktur modal yang lebih lemah, perusahaan-perusahaan ini juga akan kesulitan untuk menginvestasikan modal tambahan dalam aktivitas teknologi dan R&D, yang akan berdampak pada kinerja bisnis mereka.

Beberapa perusahaan asuransi di Indonesia sudah berjuang untuk memenuhi tingkat MCR saat ini di negara tersebut dan gagal meningkatkan modal yang dibutuhkan. Misalnya, rasio modal berbasis risiko (RBC) Wanaartha Life negatif pada tahun 2020 dan regulator mencabut lisensinya pada Desember 2022 karena gagal memenuhi standar.

Per Januari 2023, rasio RBC sektor asuransi jiwa sebesar 477,7%, sedangkan untuk asuransi umum sebesar 321,8%, lebih rendah dari usulan kenaikan MCR sebesar 567%.

Selain itu, rata-rata tingkat penghentian reasuransi industri asuransi Indonesia selama lima tahun terakhir mencapai 20,2%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga APAC seperti India (8%), China (5,6%), dan Korea Selatan (5,4%), menunjukkan kapasitas asuransi lokal yang lebih rendah dengan struktur modal yang lebih lemah.

Shivani menyimpulkan meskipun menimbulkan tantangan jangka pendek seperti menghambat kegiatan R&D serta pengeluaran teknologi yang lebih rendah, peningkatan MCR akan membuat perusahaan asuransi sehat secara finansial dalam jangka panjang dan meningkatkan kepercayaan konsumen, yang akan mengarah pada retensi lokal yang lebih tinggi dari premi dan pengurangan penyerahan di luar negeri.

 

Editor: Achmad Aris

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Tunggu Penggerak Baru, Harga Emas Spot Diperkirakan Akan Sideways
Next Post Tatang Nurhidayat Dinobatkan sebagai Best Leader for Sustainability Acceleration Through Diversification of Insurance Products and Services

Member Login

or